ISLAMTODAY ID — Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, menegaskan bahwa semua undang-undang yang terkait akan digunakan untuk menjerat para pengunjuk rasa yang melanggar, Kamis (19/11).
Ancaman PM Thailand ini muncul setelah meningkatnya gelombang aksi demonstrasi menuntut pemecatan dirinya dan reformasi terhadap kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
“Pemerintah akan meningkatkan tindakannya dan menggunakan semua hukum, semua pasal, untuk mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa yang melanggar hukum,” ujar Prayuth Chan-ocha.
Sikap PM Prayuth ini diumumkan selang sehari setelah ribuan pengunjuk rasa melemparkan cat ke markas Kepolisian Thailand sebagai tanggapan terhadap penggunaan meriam air dan gas air mata yang melukai puluhan orang pada Selasa (17/11). Bahkan, para pengunjuk rasa juga menyemprotkan grafiti anti-monarki.
“Situasinya tidak membaik. Ada risiko eskalasi ke lebih banyak kekerasan. Jika tidak segera diatasi, maka dapat merusak negara dan monarki tercinta,” kata Prayuth Chan-ocha.
Ancaman Penjara Bagi Pengkritik
Perdana Menteri Thailand ini tidak menjelaskan secara rinci peraturan yang akan digunakan untuk menekan dan menghambat gelombang aksi massa yang turun ke jalan.
Namun, Jenderal militer ini tampaknya dapat memanfaatkan Pasal 112 yang melarang penghinaan terhadap monarki, meski Prayuth mengatakan awal tahun ini bahwa itu tidak digunakan untuk saat ini atas permintaan Raja.
Para aktivis menyuarakan keprihatinan atas ancaman yang dilontarkan oleh PM Prayuth Chan-ocha.
Ancaman ini dapat berarti dimulainya kembali penuntutan di bawah beberapa undang-undang penghinaan kerajaan yang paling keras dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun lamanya.
Belasan pengunjuk rasa, termasuk sejumlah aktifis dan tokoh terkemuka, telah ditangkap atas berbagai tuduhan dalam beberapa bulan terakhir, meskipun bukan karena mengkritik monarki.
“Ini bisa berarti mereka menggunakan Pasal 112 untuk menangkap para pemimpin protes. Apakah ini kompromi?” jelas aktivis Tanawat Wongchai melalui Twitter.
Meskipun pihak Istana Kerajaan Thailand belum menanggapi aksi protes tersebut, Raja Thailand baru-baru ini menyebut negaranya sebagai tanah kompromi. Ungkapan ini segera mendapatkan cemoohan dari para pengunjuk rasa.
Aksi protes besar direncanakan akan digelar di Biro Properti Mahkota pada 25 November atas pengelolaan kekayaan istana yang telah diambil oleh raja dalam kendali pribadinya. Dana tersebut bernilai puluhan miliar dolar. Para pengunjuk rasa mengatakan akan ada demonstrasi tujuh hari lagi setelah aksi tersebut.[IZ]