(IslamToday ID) – Jurnalis asal Amerika Serikat (AS) Carissa D Lamkahouan menceritakan kisahnya jatuh cinta dengan jilbab. Bahkan, dari ketertarikan tersebut justru membawanya menjadi seorang mualaf.
Dilansir dari About Islam, Senin (2/1/2021) Carissa memakai jilbab sebelum masuk Islam. Bahkan hampir satu setengah tahun sebelum masuk Islam ia telah mempelajari prinsip dan karakteristik Islam.
“Tentu saja, sebagai seorang wanita, saya sangat tertarik pada masalah yang berpusat pada wanita. Tetapi jilbab menjadi simbol yang sangat terlihat, saya menemukan diri saya sangat tertarik dengan jilbab dan saya terpesona dengan wanita yang mengenakannya,” ujar Carissa.
Ketika keingintahuan tentang Islam berkembang, Carissa mulai menjelajahi dan membaca dengan teliti toko buku Islam di mana versi bahasa Inggris dari Alquran di rak-rak bersama dengan koleksi Hadits dan cerita Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya.
Tetapi sebanyak ia melahap semua tulisan dan ceramah tentang Islam, Carissa mulai tertarik ke bagian lain dari toko buku tersebut, tempat di mana deretan jilbab dipajang dan tumpukan jilbab disimpan. “Saya akhirnya menemukan keberanian untuk mencoba dan membeli penutup kepala pertama saya,” ucapnya.
Carissa ingat saat pertama kalinya menggunakan jilbab dengan hanya satu potong kain sederhana. Tidak rumit dilakukan bagi seorang pemula, jadi ia terjebak dengan dasar-dasarnya.
Namun, sesuatu yang aneh terjadi ketika ia menarik potongan bahan hijau polos itu ke atas kepalanya. Carissa melihat sekilas dirinya di cermin. Ia terkejut dengan apa yang dilihat dan dengan cepat melepaskannya dari kepalanya.
“Selain melihat diri saya berbeda dan asing, saya yakin bahwa stereotip dan gambaran negatif tentang wanita berjilbab yang begitu sering dilihat dan digambarkan di media memicu tanggapan saya yang drastis dan ngeri terhadap kepala saya yang tertutup,” paparnya.
Bulan-bulan berlalu, Carissa tidak menemukan kesempatan untuk mengenakan jilbab barunya. Tetapi ia melanjutkan studi dan merasa puas dengan itu. Namun ternyata pada akhirnya Carissa tidak membutuhkan kesempatan khusus untuk mengenakan jilbab.
Sebaliknya, itu hanya rasa ingin tahu, yang akhirnya memberikan kesempatan kedua. Untuk memudahkan transisi, Carissa memutuskan untuk kembali ke toko buku untuk membeli sesuatu yang lebih menarik bagi seleranya.
“Namun, saya pulih dengan cepat dan merasionalisasi bahwa saya akan membeli jilbab dan hanya memakainya jika saya perlu pergi ke masjid. Sekarang, saya melihat ke belakang pada saat itu dan melihat bahwa pembelian penutup kepala yang dibenci adalah langkah kecil untuk menerima apa artinya dan apa yang pada akhirnya akan dilambangkan dalam hidup saya, meskipun saya tidak menyadarinya waktu itu,” ungkapnya.
Begitu Carissa menemukan beberapa model sederhana yang disukai, ia diam-diam memakainya di sekitar kota. Biasanya ke toko makanan halal dan tempat lain di mana ia tidak merasa semua mata tertuju padanya. Dirinya memutuskan untuk memakai jilbab saat keluar untuk makan malam dengan suaminya.
“Ketika saya menyadari bahwa saya telah mengubah sudut dalam perasaan saya untuk menutupi rambut saya dan menjadi merasa lebih nyaman dengan itu,” ucapnya.
Carissa percaya percobaan memakai jilbab pertama itu dan membiarkan dirinya perlahan-lahan menjadi terbiasa dengan penampilan baru. Itu membantu ia mengenakan jilbab penuh waktu segera setelah dirinya membuat keputusan yang mengubah hidup untuk masuk Islam. Alhasil, segera setelah mengucapkan syahadat, ia membasuh, menutupi kepala, dan mulai berdoa.
“Keesokan harinya saya berjalan dengan gugup ke tempat kerja dengan aksesori baru saya dan menghadapi tatapan ingin tahu semua orang. Itu sulit, tetapi pertobatan dan perubahan lahiriah saya disambut dengan cinta dan penerimaan dari rekan kerja saya, dan saya bersyukur,” katanya.
Reaksi keluarga Carissa ternyata di luar prediksi ketika pertama kali melihat Carissa menggunakan hijab. Keluarganya memang tidak mengatakan mereka menyukainya, tetapi keluarganya telah memperlakukan Carissa, pertobatannya dan perubahan pakaiannya dengan rasa hormat dan toleransi.
“Dalam beberapa hal, seolah-olah saya sama sekali tidak mengubah penampilan luar saya sehubungan dengan bagaimana saya diperlakukan oleh keluarga saya dan ketika saya keluar di depan umum,” ujarnya.
“Saya tidak pernah secara terbuka dijauhi atau dipermalukan atau diejek dengan cara apapun. Saya tahu bahwa saya diberkati dalam hal ini dan hanya berharap dan mendoakan hal yang sama untuk sesama suster mualaf saya yang telah memilih jalan jilbab,” sambungnya.
Sekarang Carissa telah menghabiskan hampir sembilan tahun sebagai muslimah yang menggunakan jilbab. Ia sudah bisa menyesuaikan gaya jilbabnya beberapa kali, bereksperimen dan bersenang-senang dengannya. “Ketika saya melihat ke cermin, saya tidak lagi memiliki keinginan untuk merobeknya dari kepala saya dan membuangnya selamanya,” pungkas Carissa. [wip]