ISLAMTODAY ID — Pemimpin Sipil de-facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, untuk pertama kalinya muncul sejak kudeta militer 1 Februari 2021 lalu.
Aung San Suu Kyi dihadirkan di sidang melalui telekonferensi, dari tempat dirinya ditahan di sebuah lokasi yang tak diketahui.
Berdasarkan keterangan pengacaranya, Aung San Suu Kyi nampak dalam kondisi baik dan minta berbicara dengan tim kuasa hukumnya.
Sejak kudeta militer dan penangkapannya pada 1 Februari 2021 lalu, Myanmar dilanda aksi protes berujung kericuhan antara pihak aparat kepolisian dan warga pendukung Suu Kyi.
Dalam Aksi demonstrasi yang berlangsung Ahad (28/2/2021), 18 orang tewas dengan 30 lainnya dilaporkan mengalami luka-luka.
Aksi demonstrasi kembali digelar Senin (1/3/2021), dengan massa menuntut agar pemerintahan Aung San Suu Kyi dipulihkan.
Massa juga menuntut agar selain Suu Kyi, tokoh politik di partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) segera dibebaskan.
Militer Myanmar berdalih, kudeta harus mereka lakukan karena partai NLD pimpinan Suu Kyi dituding melakukan kecurangan dalam pemilu, namun tanpa disertai bukti-bukti akan klaimnya.
Dimana Lokasi Aung San Suu Kyi Dipenjarakan?
Berdasarkan laporan BBC, sejak ditangkap pada 1 Februari, tak ada yang tahu di mana Suu Kyi ditahan hingga dia dihadirkan di sidang.
Awalnya, pemimpin de factor dengan gelar “Kanselir Negara” itu didakwa mengimpor walkie talkie dan melanggar aturan bencana alam.
Akan tetapi, Suu Kyi diyakini mendapat dakwaan baru, termasuk melanggar aturan Covid-19 dalam pemilu November tahun lalu.
Adapun, dakwaan pertama mengandung ancaman penjara hingga tiga tahun. Persidangan itu dilaporkan digelar hingga 15 Maret.
Media Myanmar Now melaporkan, Presiden Win Myint juga dijerat dengan pelanggaran pasal 505 undang-undang pidana setempat.
Popularitas Suu Kyi penerima Nobel Perdamaian pada 1991 itu masih populer di Myanmar.
Namun di luar negeri, Aung San Suu Kyi masih menerima kritik tajam, hal ini akibat buntut sikap diamnya saat militer menindak dan membantai penduduk Muslim Rohingya di Rakhine.
Sumber: BBC