(IslamToday ID) – Arab Saudi menyatakan kekhawatiran dengan perkembangan program nuklir Iran saat ini. Yang terbaru adalah pengumuman Iran menaikkan tingkat pengayaan uranium menjadi 60 persen, yang menurut Saudi tidak dapat dianggap sebagai program yang bertujuan damai.
“Kerajaan meminta Iran menghindari eskalasi dan tidak menjadikan keamanan serta stabilitas kawasan menjadi ketegangan lebih lanjut,” ungkap pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Saudi seperti dikutip dari kantor berita Saudi Press Agency (SPA), Kamis (15/4/2021).
Iran juga diminta untuk terlibat secara serius dalam negosiasi yang sedang berlangsung, sejalan dengan harapan komunitas internasional terhadap pemanfaatan program nuklirnya untuk tujuan damai dan di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
“Dengan cara mencapai keamanan dan stabilitas di kawasan dan dunia, dan membatasi dari proliferasi senjata pemusnah massal,” kata pernyataan Kemenlu Saudi.
Iran pada hari Rabu (14/4/2021) mengkonfirmasi bahwa pekan depan akan mulai memproduksi uranium yang diperkaya hingga kemurnian 60 persen.
Langkah Iran itu beberapa hari setelah terjadi ledakan yang dituduhkannya pada Israel di fasilitas nuklir utama di Natanz.
“Modifikasi proses baru saja dimulai dan kami berharap dapat mengumpulkan produk pekan depan dari sentrifugal di Natanz,” tweet utusan Iran untuk IAEA, Kazem Gharibabadi.
“Kerajaan menekankan pentingnya komunitas internasional mencapai kesepakatan dengan tekad yang lebih kuat dan lebih lama, dengan cara yang memperkuat langkah-langkah pemantauan dan kontrol serta memastikan mencegah Iran memperoleh senjata nuklir atau mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk itu, dan memperhitungkan kedalaman kekhawatiran negara-negara di kawasan itu tentang langkah-langkah eskalasi yang diambil Iran untuk mengacaukan keamanan dan stabilitas kawasan, termasuk program nuklirnya,” papar pernyataan Kemenlu Saudi.
Saudi dan sekutunya di Teluk, yang juga khawatir tentang rudal balistik Iran dan jaringan proksi regional, telah mendukung langkah mantan Presiden AS Donald Trump untuk keluar dari perjanjian nuklir pada tahun 2018 dan memberlakukan kembali sanksi keras terhadap Iran.
Saudi dan Iran telah terlibat dalam beberapa perang proksi di wilayah tersebut, termasuk di Yaman di mana gerakan Houthi yang berpihak pada Iran telah meluncurkan serangan rudal dan drone lintas batas di Saudi.
Duta Besar Rayd Krimly yang sekaligus kepala perencanaan kebijakan di Kemenlu Saudi, mengatakan kepada Reuters bahwa perjanjian apapun yang tidak secara efektif menangani kekhawatiran negara-negara di kawasan itu tidak akan berhasil.
“Kami ingin memastikan minimal bahwa setiap sumber daya keuangan yang tersedia untuk Iran melalui kesepakatan nuklir tidak digunakan untuk mengguncang kawasan itu,” ungkap Krimly.
“Kami akan melakukan semua yang kami bisa (jadi) kesepakatan nuklir adalah titik awal, bukan titik akhir dalam proses ini,” tambahnya. [wip]