(IslamToday ID) – Harga komoditas makanan melonjak gila-gilaan di Lebanon di tengah krisis ekonomi negara itu dalam beberapa dekade. Kondisi ini makin menghimpit keluarga muslim sehingga mengharuskannya berjuang agar bisa membeli makanan untuk berbuka puasa.
“Harganya gila-gilaan dan bahkan naik lebih selama Ramadan. Sepiring salad berharga enam kali lebih mahal daripada tahun ini,” kata warga Beirut Um Ahmed seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (19/4/2021).
“Apa yang harus kita lakukan? Apakah kita mengemis? Kami tidak terbiasa mengemis,” tambahnya.
Zeina Khodr dari Al Jazeera melaporkan dari Beirut, bahwa bagi jutaan orang di Lebanon, makanan menjadi barang mewah. Ia mengatakan meski Ramadan adalah acara penting bagi umat Islam, sehingga banyak keluarga juga melakukan berbagai tradisi di Beirut.
“Lampu, dekorasi, dan kios penjual minuman tradisional yang menjadi bahan pokok di meja buka puasa sudah habis,” katanya.
Ekonomi dan mata uang Lebanon telah terjun bebas, mengurangi daya beli masyarakat. Pound Lebanon turun menjadi LL 10.000 terhadap dolar AS pada awal Maret. Kemudian di bulan itu, turun menjadi LL 15.000 yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mata uang tersebut telah kehilangan sekitar 90 persen nilainya sejak akhir 2019.
“Mereka yang dulu membeli 1 kilo sayuran sekarang membeli setengahnya, sementara yang lain membeli per potong, beberapa pergi begitu saja setelah mengetahui harganya,” kata Ahmed, seorang penjual sayur.
Satu bulan makan buka puasa untuk sebuah keluarga beranggotakan lima orang sekarang diperkirakan menelan biaya 2,5 kali lipat dari upah minimum yang bernilai Rp 871.000 pada harga pasar gelap.
Lebanon mengimpor sebagian besar makanannya dan terjadi kekurangan karena pemerintah kehabisan dolar. “Gaji kami tidak berubah tetapi harga telah melonjak,” kata seorang warga, Hana Sader.
Meski gandum disubsidi pemerintah, harga roti juga mengalami kenaikan. Membeli satu bungkus roti sehari selama sebulan menghabiskan lebih dari 10 persen dari upah minimum. Badan amal diharapkan memperluas upayanya untuk membantu mereka yang membutuhkan, karena pengangguran di negara berpenduduk 5 juta orang itu terus meningkat.
Maya Terro adalah salah satu pendiri FoodBlessed, sebuah organisasi yang memberi makan sekitar 1.600 keluarga setiap bulan. “Mereka mengatakan jika mereka tidak menerima kotak makanan bulan ini, itu mungkin berarti kami mungkin tidak berbuka puasa atau kami harus makan setengah dari jumlahnya,” katanya.
Pandemi virus corona telah memperburuk ketimpangan sosial ekonomi, dengan lebih dari separuh keluarga Lebanon hidup dalam kemiskinan. Bulan lalu, protes melanda kota-kota Lebanon, dengan demonstran memblokade jalan raya utama.
Selain itu, kebuntuan politik menambah kesengsaraan Lebanon karena Perdana Menteri yang ditunjuk Saad Hariri dan Presiden Michel Aoun terus berselisih mengenai pembentukan pemerintahan baru dan bagaimana kementerian akan dibuat. [wip]