ISLAMTODAY — Seorang petugas polisi wanita dilaporkan tewas dalam serangan pisau di kantor Kepolisian di wilayah Barat Daya ibukota Paris.
Jaksa anti-terorisme mengambil alih penyelidikan, dan pembunuhan itu diperlakukan sebagai kemungkinan serangan teror.
Menurut laporan BBC, pelaku penyerangan, dilaporkan datang ke Perancis dari Tunisia beberapa tahun lalu, ia segera ditembak mati oleh polisi pasca serangan.
Presiden Emmanuel Macron memberikan penghormatan kepada korban polisi wanita berusia 49 tahun itu
Bahkan, Macron memberikan pernyataan kontroversial yakni Prancis tidak akan pernah menyerah pada “terorisme Islamis”.
Kronologi Penikaman ‘Rambouillet’
Penikaman itu terjadi di pintu masuk ke kantor polisi di kota komuter Rambouillet pada pukul 14:20 (12:20 GMT).
Saksi mata mengatakan penyerang terlihat berjalan-jalan saat menggunakan ponselnya di luar kantor polisi. DIketahui pelaku memanfaatkan kesempatannya untuk masuk ketika petugas polisi wanita itu – seorang petugas administrasi yang tidak bersenjata – melewati pintu keamanan.
Pelaku dilaporkan menerjang petugas, menusuk lehernya. Rekan-rekannya kemudian menembaki pelaku penikaman.
Jaksa anti-terorisme mengatakan mereka mengambil alih penyelidikan karena cara serangan itu terjadi, pernyataan yang dibuat oleh pelaku penikaman dan fakta bahwa ia menargetkan seorang petugas polisi.
Sumber yang dekat dengan penyelidikan tersebut mengatakan kepada media bahwa pria tersebut telah meneriakkan “Allahu Akbar” (Tuhan Yang Maha Besar) selama serangan itu.
Para pejabat mengatakan penyerang, berusia 36 tahun, sebelumnya tidak dikenal oleh badan keamanan.
Media lokal BFM TV melaporkan bahwa pelaku telah tinggal di negara itu secara ilegal sebelum mendapatkan kartu residensi, yang akan kedaluwarsa pada akhir tahun ini.
Tiga orang ditangkap setelah serangan itu, menurut laporan. Sumber pengadilan mengatakan bahwa mereka adalah bagian dari “rombongan” tersangka, dilansir dari AFP.
Reaksi Perancis
Dalam sebuah unggahannya Twitter setelah serangan itu, Presiden Macron mengatakan nama korbannya adalah Stéphanie.
“Bangsa berada di sisi keluarganya, kolega dan pasukan keamanannya,” tulis Macron.
Nama lengkapnya belum dirilis, tetapi laporan media lokal menggambarkannya sebagai ibu dua anak.
Perdana Menteri Jean Castex dan Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin langsung pergi ke tempat kejadian, di daerah Yvelines yang luas di sebelah barat ibu kota Paris.
PM Castex mengatakan negara telah kehilangan “pahlawan sehari-hari” dan mengutuk apa yang dia gambarkan sebagai “tindakan biadab dengan kekejaman yang tak terbatas”.
“Tekad kami untuk memerangi terorisme dalam segala bentuknya sama tegasnya seperti sebelumnya,” katanya kepada para wartawan.
Valérie Pécresse, presiden wilayah Paris, mengatakan serangan itu terhadap “simbol Prancis”. Polisi, katanya, adalah “wajah Prancis”.
Sementara itu, Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen – yang kini dipandang sebagai penantang terkuat Macron dalam pemilihan presiden tahun depan – mengunggah kecamannya atas serangan hari Jumat sebelum rincian identitas tersangka dipublikasikan Di Twitter.
“Kengerian yang sama datang satu demi satu, kesedihan tak terbatas yang sama seperti yang kita pikirkan tentang kerabat dan kolega dari pegawai polisi wanita ini yang telah terbunuh, tipe orang yang sama yang bersalah atas kebiadaban ini, motif Islamis yang sama,” tulis Le Pen.
Kepolisian Prancis menutup jalan dekat kantor polisi di Rambouillet, barat daya Paris, pada 23 April.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab juga bereaksi atas serangan tersebut melalui akun Twitternya.
“Kami berdiri bersama teman dan sekutu Prancis kami menyusul berita tragis tentang seorang polisi wanita yang dibunuh oleh teroris di Rambouillet saat melakukan pekerjaannya,” tulisnya.
Dalam tanggapannya pada hari Jumat, PM Castex mencatat bahwa daerah Yvelines telah menjadi sasaran sebelumnya, termasuk pada tahun 2016 ketika dua anggota kepolisian ditikam secara fatal di rumah mereka.
Berikut rentetan kejadian di Perancis
Oktober 2020: pembunuhan terhadap guru Samuel Paty di Yvelines menyebabkan kemarahan nasional, karena ia diserang setelah kampanye online yang dimulai dengan klaim palsu dari seorang gadis berusia 13 tahun di sekolahnya.
Januari 2015: Dua petugas polisi termasuk di antara mereka yang tewas dalam serangan di kantor majalah kontroversial Charlie Hebdo. Korban ketiga tewas dalam serangan terkait keesokan harinya.
Juni 2016: Seorang komandan polisi dan rekannya, juga seorang pejabat polisi, ditikam sampai mati di rumah mereka di barat Paris oleh seorang pria yang mengaku setia kepada ISIS. Penyerang tewas dalam serangan polisi di rumah tersebut.
April 2017: Seorang polisi Prancis dibunuh oleh seorang jihadis di Champs Elysées di Paris. Dua petugas lainnya terluka dalam serangan itu. Tersangka ditembak mati oleh pasukan keamanan, dan sebuah catatan yang membela ISIS ditemukan di dekatnya.[IZ/BBC]