ISLAMTODAY ID – Ratusan ribu petani berkumpul di negara bagian Uttar Pradesh India pada Ahad (5/9) dalam rangka unjuk rasa terbesar serangkaian demonstrasi selama berbulan-bulan untuk menekan pemerintah Narendra Modi agar mencabut tiga undang-undang pertanian baru.
Lebih dari 500.000 petani menghadiri protes umum di kota Muzaffarnagar, menurut polisi setempat.
Demonstrasi di Uttar Pradesh, negara bagian yang didominasi pertanian yang menampung 240 juta orang, akan menghembuskan angin segar ke dalam gerakan protes, ungkap Rakesh Tikait, seorang pemimpin petani terkemuka.
“Kami akan mengintensifkan protes kami dengan pergi ke setiap kota dan kota Uttar Pradesh untuk menyampaikan pesan bahwa pemerintah Modi anti-petani,” tambahnya, seperti dilansir dari Reuters, Ahad (5/9).
Selama delapan bulan terakhir, puluhan ribu petani telah berkemah di jalan raya utama ke ibu kota, New Delhi untuk menentang undang-undang tersebut, dalam protes petani terlama di India terhadap pemerintah.
Pertanian Parlemen India mengesahkan tiga UU pertanian yang danggap kontroversial pada September.
UU ini akan meliberalisasi sistem pertanian di negara tersebut dan dengan cepat UU ini memicu protes dari kalangan petani.
Pemerintah India mengatakan UU tersebut akan memberi kebebasan lebih kepada petani untuk menjual produknya, yakni dengan menjual produknya secara langsung ke pembeli swasta termasuk perusahaan raksasa dan jaringan supermarket, serta toko grosir online.
Namun, pihak oposisi dan demonstran melihat sebaliknya.
UU Pertanian baru itu akan membuat petani-petani kecil semakin rentan dengan perusahaan swasta.
UU tersebut juga akan menyulitkan posisi tawar mereka terhadap pengusaha ritel dan bisa membuat mereka diperas perusahaan raksasa.
Selain itu, petani juga akan menyerukan dilakukannya aksi mogok di seluruh negara pada 27 September mendatang.
Para demonstran berjanji akan terus melakukan aksi protes selama UU Pertanian tersebut belum dibatalkan.
Kunci Dinamika Pemilu Mendatang
Aksi protes petani ini akan menjadi kunci bagi dinamika pemilihan umum di Uttar Pradesh yang akan digelar tahun depan.
Protes ini juga menjadi ancaman bagi Perdana Menteri Narendra Modi dan partainya Bharatiya Janata untuk menjalankan pemerintahan di sana.
Uttar Pradesh merupakan barometer popularitas pemerintahan India mengingat negara tersebut memiliki populasi terpadat. “Pesan kami sangat jelas-apakah UU itu akan dibatalkan atau Anda akan menghadapi kekalahan dalam pemilihan umum,” tutur salah satu petani yang ikut berdemo Balbir Singh Rajewal kepada BBC.
Pertanian menjadi mata pencaharian bagi 58% penduduk India yang berjumlah sekitar 1,3 miliar. Kontribusi sektor pertanian, kehutanan ,dan perikanan diperkirakan mencapai USD276,37 miliar pada tahun lalu atau sekitar 17,8% dari total GDP India.
Pada akhir November lalu, petani mulai menggelar aksi protes dengan membangun tenda di jalanan New Delhi, memenuhi jalanan dengan traktor, serta melakukan aksi mogok makan.
Pada 30 Januari aksi protes di New Delhi berakhir ricuh dan menewaskan satu orang demonstran. Mahkamah Agung kemudian menghentikan sementara pemberlakuan UU menyusul terjadinya protes.
UU Pertanian India
UU Pertanian India terdiri dari tiga hal yakni Perdagangan dan Industri Produksi Pertanian (Promosi dan Fasilitas), Petani (Pemberdayaan dan Perlindungan), serta Persetujuan Jaminan Harga, Layanan Pertanian serta Komoditas Penting.
Salah satu isu dalam pemberlakuan UU Pertanian itu adalah apakah pemerintah tetap mempertahankan kebijakan Dukungan Minimum Harga (MSP).
Menteri India Narendra Singh Tomar mengatakan pemerintah masih akan mempertahankan mekanisme mandi dan Dukungan Harga Minimum, serta memberikan perlindungan yang memadai mengenai kepemilikan tanah.
Namun, petani meyakini kebijakan tersebut akan sulit dilakukan jika sudah ada keterlibatan swasta.
Sebagai informasi, “mandi” merupakan pasar produk pertanian India di mana harganya tunduk pada pemerintah.
“Mandi” dijalankan oleh sebuah komite yang terdiri dari petani, pemilik tanah, pedagang, broker, hingga pelaku bisnis transportasi dan gudang yang hampir 90% petani India menjual produknya lewat ”mandi” karena memberikan kepastian harga.
Petani menilai UU Pertanian hanya akan menguntungkan pengusaha ritel dan swasta yang besar karena kini mereka diizinkan untuk membeli produk pertanian secara langsung di luar grosir yang diatur pemerintah.
UU itu juga mengizinkan pembeli swasta menimbun komoditas penting untuk penjualan di pasar future, di mana ini hal tersebut sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh pihak yang berwenang.
Petani juga mengkhawatirkan UU itu akan mendorong perusahaan untuk menentukan aturan dalam kontrak pertanian guna mendapatkan produk sesuai kriteria spesifik mereka.
Mereka khawatir jika petani tidak bisa mendapatkan kesepakatan harga dengan pembeli swasta, mereka tidak bisa kembali ke mandi dan tidak menggunakan mandi sebagai posisi tawar.
“Ini adalah jaminan kematian bagi petani kecil dan marginal. UU ini bertujuan merusak sistem dengan memgizinkan perusahaan raksasa mengambilalih sektor pertanian,” ujar Sukhdev Singh Kokri seperti dilansir BBC, dikutip dari Katadata, Ahad (5/9).
Meskipun lebih dari setengah penduduknya bermata pencaharian sebagai petani tetapi mayoritas mereka adalah petani kecil dan marjinal.
Sebanyak 68% dari mereka hanya memiliki sawah kurang dari satu hektar dan hanya 6% yang sebenarnya memiliki harga terjamin untuk panen mereka.
Produktivitas yang rendah, persoalan kepemilikan tanah, kurangnya infrastruktur gudang penyimpanan, serta hutang yang terus menumpuk juga menjadi alasan mengapa petani sangat mengkhawatirkan berlakunya UU Pertanian.
Selama ini, persoalan gagal panen sudah meningkatkan angka bunuh diri di India karena banyak petani yang tidak mampu membayar utang karena mereka mengalami gagal panen.
Mereka menyalahkan pemerintah yang gagal memenuhi janjinya untuk memastikan mereka mendapatkan pendapatan 1,5 kali dari ongkos produksi.
(Resa/BBC/Reuters/Katadata)