ISLAMTODAY ID-Pada konferensi pengendalian senjata tahunan NATO pada hari Senin (6/9), Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg mendesak China untuk bergabung dengan pembicaraan pengendalian senjata internasional.
Diyakini pembicaraan ini yang akan membawa China ke dalam dialog pembatasan nuklir dengan Amerika Serikat dan kekuatan bersenjata utama lainnya.
“China sedang membangun sejumlah besar silo rudal, yang secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan nuklirnya. Semua ini terjadi tanpa batasan atau kendala apa pun. Dan dengan kurangnya transparansi,” ujar Stoltenberg, seperti dilansir dari ZeroHedge, Senin (6/9).
Dia juga mengatakan Beijing harus bertanggung jawab penuh atas pengendalian senjata yang sejauh ini telah ditolaknya.
“Sebagai kekuatan global, China memiliki tanggung jawab global dalam pengendalian senjata. Dan Beijing juga akan mendapat manfaat dari batasan jumlah, peningkatan transparansi, dan lebih banyak prediktabilitas,” tambah Stoltenberg.
“Ini adalah dasar bagi stabilitas internasional.”
Sambil memuji persetujuan AS dan Rusia untuk memperpanjang perjanjian ‘New START’ mereka tentang pembatasan senjata nuklir strategis.
Stoltenberg menggarisbawahi bahwa perjanjian di masa depan harus mempertimbangkan teknologi yang berkembang pesat dan mungkin tidak dapat diprediksi, seperti A.I.
Sebagian besar perkiraan Barat menempatkan persenjataan China sekitar 320 hulu ledak pada kisaran perkiraan tinggi, sementara AS dan Rusia masing-masing memiliki lebih dari 1.500 yang dikerahkan.
Namun, AS diyakini tertinggal dalam hal memodernisasi dan memperbarui sistem senjata nuklirnya, termasuk kemampuan ICBM.
Awal tahun ini, Pentagon memberi tahu Kongres tentang tingkat modernisasi yang lebih cepat dari yang diharapkan dari persenjataan nuklir China dan Rusia.
Mereka dengan kuat menunjukkan bahwa upaya modernisasi Washington sendiri telah melampaui.
Ingatlah bahwa selama pemerintahan Trump sebelumnya, mantan presiden telah menolak perpanjangan cepat dari perjanjian era Perang Dingin yang bersejarah dengan Rusia.
Alasan utama seperti yang diungkapkan oleh Departemen Luar Negeri pada saat itu adalah bahwa perjanjian lama tidak memperhitungkan lompatan baru dalam teknologi pengiriman rudal yang dimiliki Moskow dan Beijing, dan bahwa mereka sama sekali tidak melibatkan China.
Baru-baru ini, di bawah pemerintahan Biden, Duta Besar perlucutan senjata AS Robert Wood menuduh China “menolak” pembicaraan nuklir:
“Meskipun RRC membangun persenjataan nuklirnya secara dramatis, sayangnya China terus menolak membahas pengurangan risiko nuklir secara bilateral dengan Amerika Serikat ,” Woods mengatakan pada konferensi PBB pada bulan Mei.
(Resa/ZeroHegde)