ISLAMTODAY ID-Presiden Mesir tekankan perlunya mengadakan pemilihan tepat waktu (Desember) dan bagi para pejuang asing untuk meninggalkan negara Libya.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi menjamu komandan timur Libya Khalifa Haftar dan ketua parlemen Aguila Saleh di Kairo pada hari Selasa (14/9).
“Mesir akan terus mengoordinasikan upayanya dengan semua saudara Libya kami untuk membantu memastikan persatuan dan kohesi lembaga publik Libya untuk memastikan keberhasilan pemilihan parlemen dan presiden,” ujar Sisi, seperti dilansir dari MEE, Selasa (14/9).
Haftar yang didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab, mengendalikan sebagian besar bagian timur Libya.
Lebih lanjut, antara April 2019 dan Juni 2020, Tentara Nasional Libya (LNA) miliknya melakukan serangan brutal di Tripoli dalam upaya untuk merebut ibu kota dari pemerintah yang diakui PBB.
Serangan itu tersendat di tengah perlawanan sengit dari pemerintah dan sekutunya, termasuk Turki.
Pembicaraan damai yang disponsori PBB menghasilkan gencatan senjata Oktober lalu dan membentuk pemerintahan sementara yang diharapkan memimpin negara itu ke dalam pemilihan Desember.
Pemilu tersebut menghadapi kemunduran dalam beberapa bulan terakhir karena delegasi untuk Forum Dialog Politik Libya (LPDF) baru-baru ini tidak dapat menyepakati kerangka hukum yang diperlukan dalam mengatur pemungutan suara.
Meskipun Haftar belum menyatakan pencalonannya, ia diperkirakan akan ikut dalam pemungutan suara dan telah mempekerjakan pelobi yang berbasis di Washington DC untuk membanggakan kredensial demokrasinya.
Selama pertemuan hari Selasa (14/9), Sisi mengulangi seruannya agar semua pasukan asing meninggalkan Libya.
Menurut PBB, ada lebih dari 20.000 pejuang asing di negara Libya dan kehadiran mereka dipandang sebagai hambatan utama untuk menggelar pemilu.
Dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada bulan Juli, Perdana Menteri Abdulhamid Dbeibah mengatakan akan “sangat sulit” untuk menyatukan militer.
Disisi lain ada dialog yang sedang berlangsung dengan Haftar.
“Tentu saja, berkomunikasi dengan Haftar, dia adalah orang militer yang sulit, tetapi kami berkomunikasi dengannya. Tetapi segalanya tidak mudah,” ungkap Dbeibah.
(Resa/MEE/Reuters)