ISLAMTODAY ID-Artikel ini ditulis oleh Tom Allard dan Kate Lamb, Agustinus Beo Da Costa dengan judul EXCLUSIVE China protested Indonesian drilling, military exercises.
Menurut 4 orang yang memahami hal ini mengatakan kepada Reuters, China meminta Indonesia hentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah Natuna Utara Kawasan Laut China Selatan.
Sejak awal tahun ini konflik di wilayah Laut China Selatan melonjak dan alami kebuntuan selama berbulan-bulan.
Sementara itu, permintaan ini belum pernah terjadi sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebelumnya telah meningkatkan ketegangan atas sumber daya alam antara kedua negara di wilayah strategis dan ekonomi global yang bergejolak.
Sebuah surat dari diplomat China kepada Indonesia diterima Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Muhammad Farhan.
Dengan jelas surat tersebut berisi permintaan China kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai di wilayah Natuna Utara Kawasan Laut China Selatan yang diakui kedua negara.
“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” ungkap Farhan kepada Reuters, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (1/12).
“Setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Lebih lanjut, dia menolak berkomentar lebih lanjut.
Disisi lain, Kedutaan China di Jakarta tidak menanggapi permintaan komentar.
Diketahui, selain Muhammad Farhan, tiga orang lainnya mengaku mendapatkan pengarahan terkait masalah tersebut dan membenarkan adanya surat itu.
Dua diantaranya mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.
Indonesia mengatakan ujung selatan Laut Cina Selatan adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada tahun 2017.
Namun, China keberatan dengan perubahan nama tersebut.
Beijing bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan yang ditandai dengan “sembilan garis putus-putus” berbentuk U, sebuah batas yang ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.
“(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,” ungkap Farhan kepada Reuters.
Hubungan Diplomatik China dan Indonesia
Untuk diketahui, China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua yang menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.
Para pemimpin Indonesia tetap diam tentang masalah ini untuk menghindari konflik atau pertengkaran diplomatik dengan China, ujar Farhan dan dua orang lainnya yang berbicara kepada Reuters.
Farhan mengatakan bahwa China, dalam surat terpisah, juga memprotes latihan militer Perisai Garuda yang sebagian besar berbasis darat pada Agustus, yang berlangsung selama kebuntuan.
Latihan tersebut yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak tahun 2009.
Langkah ini adalah protes pertama China terhadap mereka, menurut Farhan.
“Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu,” ungkapnya.
Ketegangan Di Laut
Dalam beberapa hari setelah rig semi-submersible Noble Clyde Boudreaux tiba di Blok Tuna di Laut Natuna untuk mengebor dua sumur appraisal pada 30 Juni, sebuah kapal Penjaga Pantai China berada di lokasi, menurut data pergerakan kapal.
Kapal tersebut segera bergabung dengan kapal Penjaga Pantai Indonesia.
Menanggapi pertanyaan dari Reuters, kementerian luar negeri China mengatakan kapal Penjaga Pantai China “melakukan kegiatan patroli normal di perairan di bawah yurisdiksi China.”
Pernyataan tersebut tidak menanggapi pertanyaan tentang komunikasi dengan Indonesia selama pengeboran.
Selain itu, Kementerian pertahanan China tidak menanggapi permintaan komentar.
Selama empat bulan setelahnya, kapal China dan Indonesia saling membayangi di sekitar ladang minyak dan gas, dengan jarak 1 mil laut satu sama lain, menurut analisis data identifikasi kapal dan citra satelit oleh Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI), sebuah proyek yang dijalankan oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di AS.
Data dan gambar yang ditinjau oleh AMTI dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), sebuah wadah pemikir independen yang berbasis di Jakarta, menunjukkan sebuah kapal penelitian China, Haiyang Dizhi 10, tiba di daerah tersebut pada akhir Agustus.
Kapal tersebut menghabiskan sebagian besar dari tujuh minggu berikutnya dengan bergerak lambat dalam pola grid Blok D-Alpha yang berdekatan.
Blok D-Alpha adalah sebuah blok cadangan minyak dan gas yang juga berada di perairan yang diperebutkan, yang menurut studi Pemerintah Indonesia bernilai USD 500 miliar.
“Berdasarkan pola pergerakan, sifat, dan kepemilikan kapal, sepertinya sedang melakukan survei ilmiah terhadap cadangan D-Alpha,” ujar Jeremia Humolong, peneliti di IOJI.
Pada 25 September, kapal induk Amerika USS Ronald Reagan datang dalam jarak 7 mil laut dari rig pengeboran Tuna Block.
“Ini adalah contoh pertama yang diamati dari kapal induk AS yang beroperasi dalam jarak sedemikian dekat dengan kebuntuan yang sedang berlangsung” di Laut Cina Selatan, ungkap AMTI dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan November.
Empat kapal perang China juga dikerahkan ke daerah itu, menurut IOJI dan nelayan setempat.
Seorang juru bicara Angkatan Laut AS Carrier Strike Group 5/Task Force 70 menolak untuk mengungkapkan jarak kapal induk dari rig.
‘Tidak Pernah Menyerah’
China sedang dalam negosiasi dengan 10 negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk menuntaskan kode etik untuk Laut China Selatan (LCS).
Untuk diketahui, LCS merupakan jalur air yang kaya akan sumber daya alam yang membawa setidaknya $3,4 triliun dalam perdagangan tahunan.
Pembicaraan, di bawah naungan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dimulai kembali tahun ini setelah dihentikan karena pandemi.
Sikap Beijing yang semakin agresif di Laut Cina Selatan telah memicu kekhawatiran di Jakarta, empat sumber mengatakan kepada Reuters.
Indonesia belum membuat klaim resmi atas wilayah Laut Cina Selatan di bawah aturan PBB, percaya bahwa luas perairannya sudah jelas diatur oleh hukum internasional.
Presiden China Xi Jinping telah mencoba untuk mengecilkan ketegangan antara China dan negara-negara Asia Tenggara.
Lebih lanjut, ia mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin China-ASEAN bulan lalu bahwa China “sama sekali tidak akan mencari hegemoni atau bahkan kurang, menggertak yang kecil” di kawasan itu.
Farhan mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah Indonesia mengecilkan ketegangan dari kebuntuan di depan umum.
Para pemimpinnya ingin “sediam mungkin karena, jika bocor ke media mana pun, itu akan menciptakan insiden diplomatik,” ujarnya.
Rig sementara beroperasi hingga 19 November, setelah itu menuju perairan Malaysia.
Menko Polhukam Mahfud M.D. pergi ke Laut Natuna pekan lalu, tapi ia mengatakan kunjungannya tidak ada hubungannya dengan China.
Dalam pernyataan publik Mahfud mengatakan “tanah dan perairan tidak boleh sejengkal pun hilang dari kekuasaan, kedaulatan hukum, dan teritori kita.”
Pengeboran telah selesai tepat waktu, menurut juru bicara Harbour Energy, operator Blok Tuna.
Dalam konfrontasi serupa dengan China pada tahun 2017, Vietnam meninggalkan kegiatan eksplorasi.
Harbour Energy diperkirakan akan mengeluarkan pembaruan hasil pengeboran pada 9 Desember.
(Resa/Reuters)