ISLAMTODAY ID-Ismail Haniyeh, kepala gerakan perlawanan Palestina, Hamas, mengatakan pada hari Kamis (2/12) bahwa ada perkembangan di wilayah yang menjadi kepentingan Palestina dan dikhawatirkan akan mengekang kesepakatan normalisasi dengan Israel, lapor Kantor Berita Anadolu.
Haniyeh membuat komentar pada sesi pembukaan konferensi ke-12 tentang Yerusalem yang berjudul, “Para Pelopor Yerusalem memegang Pedangnya,” di Istanbul yang dihadiri 400 pejabat, anggota parlemen dan aktivis dari 40 negara.
Haniyeh memulai pembicaraannya dengan apresiasi vokal atas peran suportif Turki.
“Dari tanah Turki tercinta yang selalu terukir dalam hati nurani ummat (komunitas) [Muslim] kami … kami merasa bangga untuk berpartisipasi dalam konferensi ini,” ujar Haniyeh, seperti dilansir dari MEMO, Kamis (2/12).
Dia mengatakan ada “tiga perubahan penting yang mengelilingi kita pada tingkat perjuangan [Palestina], wilayah dan ummah, dan saya pikir mereka hadir dalam konferensi ini dan kami membacanya secara positif sebagai perkembangan penting untuk tujuan kami dan ummat kami. .”
Yang pertama adalah hasil dari “operasi Pedang Yerusalem,” ungkapnya, dengan mengacu pada pertempuran antara kelompok perlawanan Palestina di Gaza dengan Israel pada bulan Mei.
Gaza menanggapi seruan untuk melindungi Yerusalem.
Yang kedua diwakili dengan penarikan AS dari Afghanistan pada bulan Agustus, yang akan melemahkan sekutu AS di kawasan itu mengenai Israel.
Lebih lanjut, yang ketiga adalah konferensi Istanbul karena menghadapi upaya Israel untuk menghancurkan negara-negara Arab dan Islam.
Haniyeh mengatakan, berdasarkan tiga perubahan, ada tiga prioritas untuk perjuangan Palestina: Untuk meningkatkan status Yerusalem dan mempertahankannya di garis depan perjuangan Palestina.
Kedua, untuk mendukung perlawanan Palestina sebagai pilihan strategis untuk perjuangan Palestina.
Prioritas ketiga yang digariskan Haniyeh adalah menghentikan upaya normalisasi dengan Israel.
Dia menyerukan “menetapkan rencana lengkap untuk menggulingkan normalisasi yang berbentuk aliansi militer dan keamanan dengan beberapa negara Arab.”
Israel mengamankan hubungan diplomatik dengan enam negara Arab pada tahun 2020, setelah pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump menengahi kesepakatan normalisasi antara Israel dan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko, di samping hubungan yang ada dengan Mesir dan Yordania.
“Normalisasi akan meningkatkan kelemahan pemerintah [normalisasi Arab] ini dan tidak akan meningkatkan kekuatan musuh,” ungkap Haniyeh.
“Kita tidak boleh membiarkan normalisasi menyebar di tubuh umat kita.”
(Resa/MEMO)