ISLAMTODAY ID-Kantor berita pemerintah Rusia RIA Novosti melaporkan untuk pertama kalinya pada hari Rabu (11/5) bahwa militer Rusia yang menduduki kota Kherson di Ukraina selatan akan segera mengajukan petisi kepada Kremlin untuk menjadi bagian dari Federasi Rusia.
Pada akhir April, “administrasi militer-sipil” pro-Moskow dibentuk setelah Kherson jatuh ke tangan pasukan penyerang, lengkap dengan transisi lokal ke rubel Rusia.
Sementara berita itu belum dikonfirmasi secara resmi oleh Kremlin.
Namun yang menjadi penting bahwa laporan itu muncul melalui RIA dan bukan sumber-sumber Ukraina atau oposisi.
Hal tersebut menunjukkan referendum semacam itu atau bahkan pencaplokan sederhana yang diumumkan di wilayah-wilayah yang direbut bisa segera terjadi.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam pernyataan terbarunya menyebut Krimea – yang berada di bawah kendali Rusia karena ‘referendum populer’ yang didukung Kremlin pada tahun 2014 – sebagai model untuk apa yang bisa terjadi terkait masa depan politik Kherson.
Dia menekankan itu akan “terserah penduduk setempat” dan bahwa prosesnya akan “benar-benar jelas dan sah”.
Selain itu, menurut The Moscow Times, “Kherson yang diduduki, serta wilayah Pryazovske di Laut Azov, dilaporkan mulai berdagang dengan Krimea tak lama setelah pasukan Rusia memasang administrasi pro-Moskow di daerah tersebut.”
Dan Reuters menulis lebih banyak tanda-tanda pencaplokan kota segera sebagai berikut: “TASS mengutip pemerintah yang dikendalikan Rusia yang mengatakan bahwa badan-badan pensiun dan sistem perbankan akan dibuat dari awal untuk wilayah tersebut, dan bahwa cabang-cabang bank Rusia dapat buka di sana sebelum akhir Mei,” menurut laporannya.
Namun, beberapa koresponden mengatakan tidak akan ada referendum, atau mungkin hanya penampilan referendum sebagai dalih…
Sementara itu, kementerian pertahanan Ukraina berjanji bahwa penduduk setempat akan “menolak” upaya pencaplokan semacam itu, meskipun wilayah timur dan selatan negara itu memiliki kantong besar warga yang pro-Rusia dan berbahasa Rusia.
Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Malya dalam pernyataan barunya mengatakan minggu ini bahwa keganasan perlawanan lokal Ukraina telah mencegah skenario ini berlaku sejauh ini.
“Rusia gagal merebut wilayah secara instan seperti pada tahun 2014. Mereka tidak mendapat dukungan seperti itu dari penduduk setempat. Sebaliknya, warga kami menentang keras, tidak hanya warga tetapi juga negara Ukraina,” urainya, seperti dilansir dari ZeroHedge, Rabu (11/5).
“Tetapi Anda harus memahami bahwa kita tidak dapat membahas di depan umum cara-cara di mana negara dapat bertindak di wilayah yang diduduki sementara. Tetapi fakta bahwa apa yang disebut referendum belum terjadi dan tidak dapat terjadi menunjukkan bahwa Ukraina sedang melakukan pekerjaan secara efektif,” tegas Malyar.
(Resa/ZeroHedge/The Moscow Times)