ISLAMTODAY ID-Gotabaya Rajapaksa, 73, melarikan diri dari Sri Lanka setelah pengunjuk rasa yang menentang krisis ekonomi terburuk di negara itu menyerbu istananya pada akhir pekan.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa telah mengirim email surat pengunduran diri kepada ketua parlemen negara itu, tak lama setelah ia tiba di Singapura.
“Pengunduran diri itu sedang diteruskan ke jaksa agung Sri Lanka untuk mempertimbangkan implikasi hukum sebelum diterima secara resmi,” ungkap Indunil Yapa, juru bicara ketua parlemen, seperti dilansir dari TRTWorld, Kamis (15/7).
Surat pengunduran diri yang asli akan diterbangkan ke Kolombo dari Singapura sesegera mungkin, kata seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada kantor berita Reuters.
Untuk diketahui, para pengunjuk rasa telah menduduki istana kepresidenan Sri Lanka dengan menyerukan penuntutan pengunduran diri Presiden Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.
‘Kunjungan pribadi’
Rajapaksa, istrinya Ioma dan dua pengawal mereka tiba di Singapura dari Maladewa, tempat mereka awalnya melarikan diri sehari sebelumnya.
Pesawat maskapai yang membawa mereka mendarat di Bandara Changi Singapura pada 1117 GMT.
Kementerian luar negeri Singapura mengkonfirmasi Rajapaksa telah diizinkan memasuki negara kota itu tetapi bersikeras itu untuk “kunjungan pribadi”.
“Dia tidak meminta suaka dan dia juga tidak diberikan suaka. Singapura umumnya tidak memberikan permintaan suaka,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan.
Rajapaksa diperkirakan akan tinggal di negara kota itu untuk beberapa waktu, menurut sumber keamanan Sri Lanka, sebelum berpotensi pindah ke tujuan lain.
Di Sri Lanka, pengunjuk rasa mundur dari gedung-gedung pemerintah yang mereka rebut dan pasukan militer memperkuat keamanan di Parlemen pada hari sebelumnya, membangun ketenangan yang lemah di negara yang sedang mengalami krisis ekonomi dan limbo politik.
Protes berbulan-bulan mencapai puncak hiruk pikuk selama akhir pekan ketika para demonstran menyerbu rumah dan kantor presiden dan kediaman resmi Perdana Menteri Wickremesinghe.
Pada hari Rabu (13/7), mereka merebut kantor Wickremesinghe, yang kemudian mendesak ketua parlemen untuk menemukan perdana menteri baru yang dapat diterima baik oleh pemerintah maupun oposisi.
Gambar pengunjuk rasa di dalam gedung-gedung pemerintah telah menarik perhatian dunia.
Mereka awalnya bersumpah untuk mempertahankan tempat-tempat ini sampai pemerintahan baru terbentuk, tetapi gerakan itu mengubah taktik pada hari Kamis (14/7), tampaknya khawatir bahwa setiap eskalasi kekerasan dapat merusak pesan mereka.
Para pengunjuk rasa mundur dari kediaman perdana menteri dan presiden, di mana beberapa orang memindahkan karpet merah yang telah mereka gulung kembali ke tempatnya.
Sementara itu, pemerintah mengumumkan jam malam lagi di ibu kota Kolombo dan sekitarnya pada sore hari hingga jam 5 pagi pada hari Jumat (15/7).
(Resa/RT)