ISLAMTODAY ID-Presiden Emmanuel Macron tiba di Aljazair untuk kunjungan tiga hari yang bertujuan memperbaiki hubungan dengan bekas jajahan Prancis.
Untuk diketahui, Aljazair memperingati 60 tahun kemerdekaannya.
Presiden Emmanuel Macron telah mengindikasikan Prancis dan Aljazair harus bergerak melampaui sejarah bersama mereka yang “menyakitkan” dan melihat ke masa depan pada awal kunjungan tiga hari ke negara Afrika Utara itu.
“Kami memiliki masa lalu bersama yang kompleks dan menyakitkan. Dan itu terkadang menghalangi kami untuk melihat masa depan,” ungkap Macron pada hari Kamis (25/8) setelah bertemu dengan Presiden Aljazair, Abdelmadjid Tebboune.
Dia mengatakan komite bersama dengan sejarawan dari Aljazair dan Prancis akan dibentuk untuk mempelajari arsip di kedua sisi pada masa kolonial.
Berdiri di samping Macron di depan hiasan ubin Afrika Utara yang rumit dari istana tempat mereka bertemu.
“Kami berharap kunjungan itu akan membuka perspektif baru untuk kemitraan dan kerja sama dengan Prancis,” ungkap Tebboune, seperti dilansir dari TRTWorld, Jumat (26/8).
“Pembicaraan konstruktif yang kami lakukan hari ini, dengan kejujuran seperti biasa, menunjukkan betapa istimewa, dalam, dan kompleksnya hubungan antara kedua negara kami,” tambah Tebboune.
Sebelum pertemuannya dengan Tebboune, Macron mengunjungi sebuah monumen untuk warga Aljazair yang tewas dalam perang, meletakkan karangan bunga di sana.
Trauma pemerintahan kolonial Prancis di Aljazair dan perang kemerdekaan pahit yang berakhir pada tahun 1962 telah menghantui hubungan antara kedua negara selama beberapa dekade dan menjadi perselisihan diplomatik yang meletus tahun lalu.
Hubungan dengan Aljazair menjadi lebih penting bagi Prancis karena konflik di Ukraina telah meningkatkan permintaan gas Afrika Utara di Eropa, dan karena lonjakan migrasi melintasi Mediterania.
Sementara itu, Aljazair berusaha memanfaatkan harga energi yang lebih tinggi untuk mengunci investasi Eropa.
Macron telah lama ingin membalik halaman dengan Aljazair dan pada tahun 2017, dia menggambarkan tindakan Prancis selama perang 1954-62 yang menewaskan ratusan ribu warga Aljazair sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Deklarasi itu yang secara politis kontroversial di Prancis membuatnya populer di Aljazair ketika dia terakhir berkunjung lima tahun lalu.
Langkah Macron Terlalu Dini
Macron akan kembali menjangkau pemuda Aljazair pada kunjungan ini dengan perhentian terjadwal yang berfokus pada budaya anak muda termasuk breakdance dan musik pop “Rai” Afrika Utara.
Prancis adalah rumah bagi lebih dari empat juta orang asal Aljazair.
Namun, harapan Macron untuk bergerak melampaui sejarah penuh era kolonial telah terbukti terlalu dini sebelumnya.
Tahun lalu dia dikutip menyatakan bahwa identitas nasional Aljazair tidak ada sebelum pemerintahan Prancis, dan menuduh para pemimpin Aljazair menulis ulang sejarah perjuangan kemerdekaan berdasarkan kebencian terhadap Prancis.
Komentar tersebut memicu badai di Aljazair, di mana elit pemerintahan masih didominasi oleh generasi yang berjuang untuk kemerdekaan dan di mana perjuangan itu menempati tempat sentral dalam identitas nasional.
Aljazair menarik duta besarnya untuk konsultasi dan menutup wilayah udaranya untuk pesawat Prancis.
Hal ini memperumit misi militer Prancis di Sahel.
(Resa/TRTWorld)