ISLAMTODAY ID-Lebanon dan Israel telah menyetujui kesepakatan maritim yang dimediasi AS untuk membatasi blok kaya gas di laut Mediterania, yang tampaknya mengakhiri prospek konflik bersenjata.
Dalam dua pernyataan terpisah oleh otoritas Lebanon dan Israel, Beirut dan Tel Aviv mengumumkan bahwa mereka telah menyelesaikan semua negosiasi dan akan segera bertemu di Naqoura untuk menandatangani perjanjian.
“Ini adalah pencapaian bersejarah yang akan memperkuat keamanan Israel, menyuntikkan miliaran ke dalam ekonomi Israel, dan memastikan stabilitas perbatasan utara kami,” ungkap Perdana Menteri sementara Israel Yair Lapid dalam sebuah pernyataan di Twitter.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Presiden Lebanon Michel Aoun mengklaim kesepakatan itu “memuaskan Lebanon dan memenuhi tuntutannya,” menambahkan bahwa itu “melestarikan hak [bangsa] atas kekayaan alamnya.”
Dalam perincian yang diungkapkan oleh surat kabar harian Lebanon Al-Akhbar, semua hambatan yang menyebabkan lonjakan ketegangan baru-baru ini telah diselesaikan, karena kedua negara berkompromi sehubungan dengan bahasa hukum yang digunakan dalam draf akhir.
Surat kabar itu mengungkapkan bahwa kedua belah pihak sepakat bahwa Israel akan dibayar royalti dari ladang prospek Qana.
Namun, uang itu akan dibayarkan dari pendapatan yang dihasilkan dari perusahaan minyak Prancis Total, bukan bagian pendapatan Lebanon.
Adapun kekhawatiran yang paling mendesak bagi kedua belah pihak, Lebanon dan Israel berkompromi dalam bahasa hukum mengenai pelampung yang dikerahkan di laut untuk membatasi berbagai blok ekonomi.
Menurut kebocoran tersebut, Lebanon bersikeras untuk mengadopsi Jalur 20 sambil menolak untuk mengakui bahwa garis tersebut membatasi perbatasan laut, tetapi hanya blok-blok di laut.
Sedangkan Israel bersikeras pada Jalur 31 yang akan menjadi draft final antara kedua negara.
Meskipun demikian, Lebanon tidak akan mengakui dampaknya pada demarkasi perbatasan darat, meninggalkan masalah untuk negosiasi perbatasan darat secara tidak langsung.
Mengingat perkembangan ini, Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati bertemu pada 11 Oktober dengan Menteri Energi Lebanon, Walid Fayyad, dan delegasi dari Total.
Delegasi tersebut termasuk Direktur Eksplorasi dan Produksi Minyak Laurent Vivier, yang diberitahu tentang hasil negosiasi dan menerima permintaan untuk memulai operasi.
Total memberi tahu pihak Lebanon bahwa logistik eksplorasi membutuhkan waktu, berjanji untuk memulai “sesegera mungkin.”
Demikian pula, Ketua Dewan Keamanan Nasional Israel Eyal Hulta mengumumkan bahwa semua tuntutan Israel telah dipenuhi.
“Kepentingan keamanan Israel telah dipertahankan. Kami sedang dalam perjalanan untuk menandatangani perjanjian bersejarah,” ungkap Hulta.
Menurut Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, keadaan siaga saat ini di perbatasan utara dengan Lebanon datang sebagai akibat dari informasi intelijen yang kredibel tentang rencana Hizbullah untuk melancarkan serangan jika Israel mulai mengekstrak gas dari ladang gas Karish sebelum kesepakatan dibuat dengan Lebanon.
Penilaian serupa dilakukan oleh badan intelijen asing dari beberapa negara barat.
Serangan ini akan memenuhi janji yang dibuat oleh Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, yang berulang kali menegaskan bahwa hanya akses timbal balik ke cadangan gas yang akan diizinkan.
“Israel, AS, dan UE semua tahu kami tidak menggertak. Mereka memiliki cukup bukti untuk itu,” ungkap pemimpin perlawanan itu dalam pidato yang disiarkan televisi pada bulan September.
(Resa/The Cradle)