ISLAMTODAY ID-Beberapa perwakilan ASEAN menyalahkan penguasa militer Myanmar karena gagal menerapkan rencana perdamaian yang disepakati bersama tahun lalu.
Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara telah memulai pertemuan puncak tahunan yang kemungkinan akan didominasi oleh meningkatnya kekerasan dan kebuntuan politik di Myanmar, dengan anggota kelompok yang semakin frustrasi berjuang untuk membuat junta negara itu mematuhi rencana perdamaian yang disepakati.
Perdana Menteri Kamboja dan tuan rumah ASEAN Hun Sen berpidato pada upacara pembukaan hari Jumat (11/11) dengan seruan untuk kewaspadaan dan kebijaksanaan selama masa gejolak ekonomi dan geopolitik.
“Kita sekarang berada di titik yang paling tidak pasti; kehidupan jutaan orang di wilayah kita bergantung pada kebijaksanaan dan pandangan jauh ke depan kita,” ungkap Hun Sen, seperti dilansir dari TRTWorld, Jumat (11/11).
Para pemimpin dari sembilan negara lain di blok tersebut – Brunei, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam – hadir pada pertemuan di Phnom Penh.
Blok tersebut pada prinsipnya setuju untuk mengakui Timor Leste sebagai anggota ke-11 kelompok tersebut, ungkapnya dalam sebuah pernyataan.
Presiden AS Joe Biden akan bergabung dalam pertemuan pada hari Sabtu (12/11), begitu pula Perdana Menteri China Li Keqiang, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga akan hadir.
Beberapa perwakilan dari Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyalahkan penguasa militer Myanmar karena gagal menerapkan rencana perdamaian yang disepakati bersama tahun lalu, termasuk mengakhiri permusuhan dan mengizinkan akses untuk utusan khusus dan bantuan.
ASEAN, yang telah melarang para pemimpin junta dari pertemuannya sejak tahun lalu, pekan lalu mengulangi komitmennya pada apa yang disebut konsensus perdamaian lima poin, tetapi beberapa anggota telah mendorong sikap yang lebih kuat.
Divisi Internal
Menlu RI Retno Marsudi mengatakan pekan lalu bahwa junta, bukan ASEAN, yang bertanggung jawab atas kurangnya kemajuan dalam rencana perdamaian.
Selain itu dia mengatakan bahwa rekomendasi akan diberikan kepada para pemimpin untuk memperkuat penerapannya.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr selama pertemuan dengan Hun Sen pada hari Kamis (10/11) setuju sementara diperlukan kesabaran dalam menangani krisis, “kita masih bisa berbuat lebih banyak dalam hal keterlibatan dengan Myanmar,” menurut sebuah posting di Facebook oleh pers presiden sekretaris.
Junta menyalahkan kurangnya kemajuan dalam pandemi dan hambatan dari gerakan perlawanan bersenjata yang disebutnya teroris.
James Crabtree, Direktur Eksekutif Institut Internasional untuk Studi Strategis-Asia, mengatakan ASEAN sedang berjuang untuk mengatasi perpecahan internal atas Myanmar dan masalah lainnya.
“Apakah Kamboja sebagai ketua sekarang atau Indonesia tahun depan, perpecahan itu tidak akan hilang, dan itu kemungkinan akan terus membatasi kemampuan blok tersebut untuk menekan junta di Myanmar atau menanggapi dengan cerdas persaingan kekuatan besar yang meningkat,” ujarnya.
(Resa/TRTWorld)