ISLAMTODAY ID-Mantan ketua Konferensi Keamanan Munich dan seorang diplomat veteran Jerman, Wolfgang Ischinger mengatakan pada hari Sabtu (14/1/2023) bahwa Uni Eropa harus secara drastis meningkatkan produksi amunisi dan senjata berat jika ingin membantu Ukraina menang melawan Rusia.
Dia menekankan bahwa pendukung Kiev akan kehabisan pasokan kecuali mereka mengubah ekonomi mereka.
“Ada banyak hal yang menunjukkan bahwa perang ini masih jauh dari selesai. Oleh karena itu, kami perlu merencanakan untuk jangka panjang,” ungkap Ischinger menekankan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Welt, seperti dilansir dari RT, Ahad (15/1/2023).
“Semua pakar militer yang saya kenal mengatakan bahwa stok senjata Soviet lama dan masing-masing amunisinya hampir habis.”
Ukraina terpaksa menembakkan amunisi per hari sebanyak yang kami produksi dalam setengah tahun. Akhir dari stok kami sudah di depan mata.
Apa yang terjadi selanjutnya? Siapa yang menangani pengisian ulang?
Ekonomi perang berarti bahwa kita – di dalam NATO dan dalam koordinasi di tingkat Eropa – mengambil inisiatif dan meminta perusahaan persenjataan Eropa untuk memproduksi lebih banyak senjata dan lebih banyak amunisi sebagai dampak dari perang.
Ischinger mengatakan bahwa pemasokan dan pemasokan ulang senjata berat ke Ukraina, seperti tank, rudal, sistem pertahanan udara, dan drone, harus “dikendalikan dan dikoordinasikan” oleh UE.
Selain itu, langkah tersebut juga harus dikendalikan dan dikoordinasikan oleh pemerintah masing-masing negara anggota.
Dia menambahkan bahwa pertemuan rutin negara-negara Barat yang mendukung Kiev dengan senjata dan peralatan militer di Pangkalan Udara Ramstein AS di Jerman tidaklah cukup.
“Mereka tentu sangat membantu, tetapi kami membutuhkan prioritas politik agar industri memiliki spesifikasi yang diperlukan,” ujarnya.
Moskow telah berulang kali mendesak kolektif Barat untuk berhenti “memompa” Ukraina dengan senjata.
Rusia juga menyerukan bahwa hal itu hanya akan memperpanjang permusuhan dan penderitaan rakyat Ukraina, daripada mengubah hasil akhir dari konflik tersebut.
Untuk diketahui, dari tahun 2008 hingga 2022, Ischinger menjabat sebagai ketua Konferensi Keamanan Munich, acara kebijakan keamanan multinasional tahunan terbesar dari jenisnya.
Konferensi tersebut adalah platform di mana, pada tahun 2007, Presiden Rusia Vladimir Putin pertama kali menyuarakan keprihatinannya tentang ekspansi NATO ke arah timur dan memperingatkan bahwa model unipolar tidak hanya “tidak dapat diterima, tetapi sama sekali tidak mungkin” untuk dunia modern.
Sekarang sebagai pendukung militerisasi lebih lanjut di Eropa, Ischinger sebelumnya juga memiliki andil dalam kekacauan Ukraina.
Pada awal tahun 2014, ia ditunjuk oleh Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) untuk menjadi wakilnya yang bertugas membangun ‘dialog’ di Ukraina setelah kudeta Maidan.
Untuk diketahui, kudeta Maida telah menggulingkan Presiden Viktor Yanukovich yang terpilih secara demokratis dan mengantar tahun konflik panjang di negara bagian timur.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari 2022, mengutip kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk.
Perjanjian tersebut dirancang untuk memberikan status khusus Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat”.
Pengakuan tersebut juga diperkuat oleh mantan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Francois Hollande.
Keduanya secara terpisah menyatakan bahwa perjanjian Minsk tidak pernah dimaksudkan untuk benar-benar dipenuhi tetapi hanyalah tipu muslihat untuk mengulur waktu bagi Ukraina dalam membangun militernya.
(Resa/RT)