ISLAMTODAY ID-Pemerintah Israel mengesahkan pembangunan sembilan pos pendudukan di Tepi Barat pada 12 Februari dan mengumumkan pembangunan rumah baru di dalam beberapa pemukiman ilegal.
Langkah tersebut memicu penolakan dari Otoritas Palestina (PA) dan Washington.
Menurut sebuah pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, unit perumahan tersebut akan dibangun di pemukiman ilegal yang terpisah.
Juga ditambahkan bahwa “sembilan komunitas telah ada selama bertahun-tahun; beberapa telah ada selama beberapa dekade” dan dibangun tanpa izin dari pemerintah Israel.
Lebih dari setengah juta orang Israel tinggal di 200 pemukiman di tanah Palestina, termasuk beberapa daerah di Tepi Barat.
Permukiman ini dianggap ilegal menurut hukum internasional. Warga Palestina dan pakar politik berpendapat bahwa perluasan pemukiman Israel ke Tepi Barat merusak upaya untuk mencapai solusi dua negara.
Kementerian luar negeri Palestina mengeluarkan pernyataan pada hari yang sama, mengatakan bahwa keputusan ini melewati “semua garis merah” dan merusak kebangkitan “proses perdamaian”.
Ini terjadi seminggu setelah partai Zionisme Religius Tel Aviv mengeluarkan pernyataan yang menyoroti bahwa “tidak akan ada jeda” untuk perluasan pemukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki, meskipun ada penolakan dari pejabat AS.
“Tidak akan ada pembekuan konstruksi di [Tepi Barat], titik. Tidak akan ada kerusakan yang terjadi pada pencegahan Israel terhadap teroris, titik. Tidak akan ada kelanjutan konstruksi ilegal dan perampasan tanah Arab di area terbuka, titik,” ungkap pernyataan tersebut, seperti dilansir dari The Cradle, Senin (13/2/2023).
Pada tanggal 31 Januari, Menteri Luar Negeri Washington Anthony Blinken mengunjungi Tepi Barat untuk bertemu dengan Presiden PA Mahmoud Abbas dan ‘mengutuk’ perluasan pemukiman Israel, menekankan perlunya untuk mengakhiri kekerasan yang bangkit kembali di Palestina.
Blinken mengatakan bahwa Washington menentang tindakan apa pun yang diambil oleh kedua belah pihak yang membuat solusi semacam itu “lebih sulit”, termasuk “perluasan pemukiman, penghancuran, dan penggusuran, gangguan terhadap status sejarah tempat-tempat suci.”
(Resa/The Cradle)