(IslamToday ID)—Pemotongan produksi minyak yang baru-baru ini diumumkan oleh Arab Saudi dan Rusia adalah tanda kerjasama yang sukses antara kedua negara.
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan pada sebuah konferensi pada 5 Juli bahwa kedua negara berjanji melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendukung harga minyak,
Pada hari Senin, 3 Juli, dua anggota OPEC+ terkemuka mengumumkan bahwa pemotongan minyak sukarela yang diumumkan awal tahun ini akan diperpanjang hingga Agustus dalam upaya menaikkan harga.
Arab Saudi mengatakan akan memperpanjang pengurangan produksi minyak sukarela sebesar satu juta barel per hari (bpd), sementara Rusia mengatakan akan memangkas ekspor minyaknya sebesar 500.000 bpd.
Untuk diketahui, OPEC+ merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia.
Kelompok ini memproduksi sekitar 40 persen minyak dunia dan telah memangkas produksi minyak sejak November karena jumlah permintaan yang menurun.
Setelah akhir pidatonya kepada CEO industri minyak dan menteri OPEC+ di Seminar Internasional OPEC, Pangeran Abdulaziz menyatakan bahwa OPEC+ akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendukung pasar.
Menurut Reuters, OPEC mengatakan tidak memiliki target harga dan berusaha untuk memiliki pasar minyak yang seimbang untuk memenuhi kepentingan konsumen dan produsen, tetapi harga $80-$100 per barel dibutuhkan oleh sebagian besar negara OPEC untuk menyeimbangkan harga mereka. anggaran.
Di sisi lain, AS mengkritik kerja sama Saudi dan Rusia untuk menjaga harga minyak tetap tinggi menyusul lonjakan harga akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Tetapi Arab Saudi telah menolak kritik AS.
“Bagian dari apa yang telah kami lakukan (pada hari Senin) dengan bantuan rekan-rekan kami dari Rusia juga untuk mengurangi sisi sinis para penonton tentang apa yang terjadi antara Saudi dan Rusia dalam masalah khusus itu,” ungkao Pangeran Abdulaziz.
“Cukup jelas melihat kami pada hari Senin keluar tidak hanya dengan perpanjangan (pemotongan minyak) kami … tetapi juga dengan validasi dari pihak Rusia,” ujarnya, seperti dilansir dari The Cradle, Rabu (5/7/2023)
Sekarang China adalah pembeli terbesar minyak Saudi, kerajaan Teluk telah memperkuat hubungan dengan negara-negara yang biasanya memusuhi Washington.
Pada bulan Maret, Arab Saudi memulihkan hubungan dengan Iran setelah negosiasi yang difasilitasi oleh Beijing.
Pada saat yang sama, Arab Saudi menolak upaya AS untuk memfasilitasi kemungkinan normalisasi Saudi dengan Israel.[res]