(IslamToday ID)— Artikel ini merupakan terjemahan dari artikel analisis yang ditulis oleh Edward Ring melalui American Greatness, yang diterbitkan di Zerohedge.com
Empat puluh tahun yang lalu, selama dekade terakhir Perang Dingin, tak seorang pun memiliki ilusi tentang Amerika Serikat (AS) akan mampu mendominasi dunia hingga saat ini. Namun, nampaknya tahun-tahun ke depan dominasi AS akan lambat laun menurun atau malah mungkin berakhir.
Hari ini musuh AS paling maju yakni China, memiliki ancaman yang lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh Uni Soviet.
China berhasil membuat kepemimpinan global AS berguncang.
Namun, pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius:
Apakah China negara ekspansionis, berkomitmen untuk tumbuh cukup kuat untuk mendominasi dunia? layaknya seperti AS yang menjalankan dominasi global dengan ekspansionis berdasarkan pada penaklukan dan perang
Masa perang dingin yang lalu, pertanyaan itu penting. Hari ini, kita perlu meninjau kembali pertanyaan-pertanyaan ini.
Apakah China Berniat Mendominasi Dunia?
China berkomitmen pada strategi ekspansionis, terbukti, China telah mencaplok wilayah Mongolia Dalam, Tibet, dan Xinjiang.
China juga telah mengambil kendali penuh atas Hong Kong, sebagian besar Kashmir India serta bagian utara negara bagian Assam di India.
China secara terbuka menyatakan niat mereka untuk mengambil kembali wilayah Taiwan yang merdeka.
Mereka bahkan mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, bertentangan dengan setiap negara perbatasan lainnya.
Selain itu ekspansionis ekonomi China didokumentasikan dengan baik dan menunjukkan kesimpulan yang tidak dapat dihindari; negara-negara yang berbisnis dengan China akan secara sistematis telah bergantung dari keunggulan teknologi dan stabilitas keuangan China.
Bahkan, menurut Fortune, satu dari lima perusahaan mengatakan China telah mencuri kekayaan intelektual negara-negara yang China berkerjasama dalam satu tahun terakhir.
Cara lain China untuk memperluas jangkauan dan pengaruh ekonominya di dunia adalah melalui “Belt and Road Initiative,” versi modern dari Jalur Sutra kuno yang menghubungkan Timur ke Barat.
Secara teori, ini adalah serangkaian proyek infrastruktur yang menghubungkan China dengan mitra dagang di seluruh Asia, Eropa, Afrika, dan sekitarnya dengan serangkaian jalan raya, rel kereta api, dan pelabuhan modern.
Tetapi negara-negara yang berpartisipasi menyadari bahwa investasi China mempunyai harga tinggi yang perlu dibayar.
Cara China bermaksud untuk mengontrol jalur kereta api dan pelabuhan yang sedang dibangun melintasi Jalur Sutra baru ini adalah dengan menggunakan apa yang disebut jebakan utang.
Ini adalah praktik di mana China meminjamkan miliaran dolar ke negara yang ekonominya lebih lemah untuk membangun infrastruktur.
Perusahaan China kemudian menuangkan bahan dan tenaga kerja untuk membangun proyek tersebut, yang berarti dana pinjaman China dipulangkan kembali ke tangan China.
Kemudian ketika negara pengutang tidak mampu membayar kembali pinjaman, China menyita kepemilikan proyek sebagai jaminan
Sebuah artikel yang diterbitkan oleh Washington Post memberikan daftar panjang negara-negara yang telah menjadi korban jebakan utang infrastruktur China.
Mereka termasuk Malaysia, Laos, Kamboja, Sri Lanka, Montenegro, Myanmar, Nepal dan Pakistan.
Beberapa dari proyek ini melibatkan utang yang hampir sama dengan seluruh PDB negara tuan rumah. Dalam banyak kasus, wilayah berpagar khusus China dibangun, terkadang seluruh kota, dipenuhi dengan pasukan keamanan China. [sya]