(IslamToday ID)—Juru bicara Kementerian Pertahanan Iran mengatakan bahwa beberapa negara Eropa telah meminta untuk membeli dronenya secara anonim.
Pada awal minggu ini, Iran memperkenalkan drone serangan terbarunya yang diproduksi secara dalam negeri.
Brigadir Jenderal Reza Talaee Nik mengatakan bahwa Tehran menerima permintaan dari banyak calon pelanggan, seperti yang dilaporkan oleh Tasnim News pada hari Sabtu.
Jenderal tersebut mengatakan bahwa Iran bersedia mengekspor kendaraan udara tak berawak (UAV)-nya, tetapi hanya setelah mengevaluasi “pertimbangan politik dan keamanan” untuk setiap pembeli dan memastikan bahwa pesawat tersebut tidak akan digunakan dengan tidak tepat.
Nik tidak menyebutkan nama pembeli potensial, tetapi mencatat bahwa beberapa negara Barat dan Eropa termasuk di antaranya.
Program drone Iran telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan Industri Pertahanan Iran memperkenalkan UAV Mohajer-10 terbarunya dalam sebuah pameran di Tehran pada hari Selasa.
Menurut media Iran, Mohajer-10 dapat bertahan di udara selama 24 jam dan terbang pada ketinggian tujuh kilometer, atau sedikit lebih dari empat mil.
UAV ini dapat membawa muatan senjata seberat 300 kilogram (660 pon) – tiga kali lipat dari drone sebelumnya buatan Iran dengan desain serupa, yaitu Mohajer-6.
“Drone baru ini memiliki radius operasional sejauh 2.000 kilometer,” ungkap laporan-laporan, seperti dilansir dari RT, Sabtu (26/8/2023).
Keputusan oleh negara-negara Eropa untuk membeli drone buatan Iran kemungkinan akan menimbulkan kemarahan dari Washington, yang telah memberlakukan sanksi yang luas terhadap industri UAV Tehran.
Selain memberlakukan sanksi kepada produsen, Amerika Serikat juga memberlakukan sanksi ekonomi terhadap perusahaan-perusahaan Iran yang dituduh memperoleh komponen drone secara sembunyi-sembunyi, termasuk “mesin berorigin Eropa,” menurut siaran pers dari Departemen Keuangan AS pada bulan Maret.
AS telah menuduh Iran memasok drone Mohajer-6 dan drone seri ‘kamikaze’ Shahed ke Rusia.
Tehran dan Moskow keduanya telah membantah tuduhan tersebut, meskipun pasukan Rusia telah menggunakan drone Shahed yang tampaknya analog untuk menyerang target militer dan infrastruktur Ukraina sejak akhir tahun lalu.(res)