(IslamToday ID) – Profesor pemerintahan di Universitas Georgetown, Qatar, Mehran Kamrava mengatakan PM Israel Benyamin Netanyahu menolak kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk mempertahankan karier politiknya.
“(Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu jelas enggan menerima negosiasi perdamaian Hamas. Dia sekarang mengatakan bahwa hal itu tidak dapat diterima (proposal gencatan senjata) karena karier politiknya akan berada dalam kesulitan serius setelah perang berakhir,” kata Kamrava seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (8/5/2024).
“Jadi, untuk tujuan politik dalam negeri, khususnya mengingat demonstrasi besar-besaran di Israel dalam beberapa hari terakhir, karier politiknya berada dalam bahaya serius. Oleh karena itu, jika dia mengakhiri perang, dia akan berada dalam kesulitan,” lanjutnya.
Penolakan Israel ini tentu mendapat banyak pertentangan dari banyak negara, tidak terkecuali Amerika. Banyak negara yang mendesak Tel Aviv untuk menerima gencatan dengan Hamas, terlebih ketika Israel lebih memilih untuk melancarkan operasinya di Rafah Selatan.
“Semua indikasi menunjukkan adanya tekanan luar biasa terhadap Israel saat ini untuk menerima proses perdamaian. Amerika, Mesir, Qatar, Uni Eropa, semua pihak mendukung dan Hamas juga mendukungnya, kecuali Israel,” kata Kamrava.
Kamrava lantas memperingatkan bahwa serangan Israel berisiko memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan di Jalur Gaza.
“Israel menolak untuk menerima tanggung jawab apa pun,” katanya.
“Mereka telah menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada Hamas. Saya kira mereka tidak akan menerima tanggung jawab apa pun atas bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina yang berada di Rafah,” lanjutnya.
Menurut akademisi tersebut, Israel telah kehilangan rasa kemanusiaan ketika meminta warga Palestina pindah ke wilayah yang tidak dapat dihuni di mana wilayah tersebut telah hancur total.
“Tidak ada tempat berlindung, tidak ada perumahan di sana. Itu adalah pola pikir Israel ketika menyangkut orang-orang Palestina. Sepertinya mereka sedang tidak berminat memikirkan masalah kemanusiaan.”
Diberitakan, Hamas mengumumkan pada 6 Mei bahwa mereka menerima proposal gencatan senjata yang digariskan oleh Kairo dan Doha selama akhir pekan.
Namun, Tel Aviv tidak puas dengan kesepakatan dengan Hamas dan menuduh AS tidak memberi tahu mereka tentang proposal terbaru Qatar dan Mesir.
Para pejabat Israel bersikeras bahwa perjanjian baru tersebut mengandung banyak elemen baru yang bukan merupakan bagian dari perjanjian yang disampaikan kepada Hamas oleh Amerika Serikat, Mesir dan Qatar sepuluh hari yang lalu dengan persetujuan Israel.
Namun tuduhan tersebut dibantah oleh seorang pejabat senior AS. Dia mengatakan diplomat Amerika telah melibatkan rekan Israel mengenai proposal tersebut sehingga tidak ada perbedaan. [ran]