(IslamToday ID) – Peneliti di Institut Penelitian Luar Angkasa Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia Dr. Natan Eismont menyebut proyek kerja sama pembangkit listrik tenaga nuklir bulan Rusia-Tiongkok memiliki prospek yang cerah. Pasalnya proyek tersebut mampu menggabungkan antara pengelaman dan sumber daya yang dimiliki keduanya.
“Rusia dan Tiongkok masing-masing memiliki potensi besar dalam hal eksplorasi ruang angkasa, namun jika digabungkan, mereka memiliki potensi untuk menciptakan efek pengganda kekuatan yang sangat menguntungkan kedua negara,” kata Dr. Natan Eismont seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (9/5/2024).
Tak hanya itu, dia juga mengatakan proyek yang saat ini sedang dalam tahap pengerjaan itu akan memberikan keuntungan besar kepada Tiongkok dan Rusia.
“Kerja sama antara Rusia dan Tiongkok dalam teknologi maju akan menguntungkan kedua belah pihak. Kedua belah pihak akan menerima manfaat tambahan dari kerja sama di sini, karena di beberapa bidang khusus (dan energi nuklir salah satunya), masing-masing memiliki solusi sendiri pada tingkat tertinggi di bidangnya. Di sini, baik Rusia maupun Tiongkok memiliki pencapaiannya masing-masing, dan jika digabungkan, tentu saja, kita akan menerima- apa yang kemungkinan besar akan menjadi solusi terbaik di dunia,” jelas akademisi tersebut.
Menurut penilaiannya, proyek ini baik untuk aplikasi tenaga nuklir yang digunakan di luar angkasa dan untuk eksplorasi bulan secara umum, di mana Uni Soviet dan RRT mencapai tonggak sejarah yang tak tertandingi dalam penggunaan platform robotik.
“Mengkarakterisasi gagasan sistem pembangkit energi berbasis pembangkit listrik tenaga nuklir untuk pangkalan di Bulan merupakan ide yang sangat, sangat bagus. Mengingat keterbatasan tenaga surya,” jelasnya.
Pengamat tersebut juga mengatakan bahwa mengirimkan nuklir ini ke permukaan bulan bukan hal yang mustahil.
“Apakah instalasi ini cocok untuk dibawa oleh kendaraan pengantar roket yang ada saat ini? Jawabannya iya. Ada kapal induk, ada pesawat ruang angkasa, ada kendaraan pendarat yang bisa mengirimkan instalasi semacam itu ke permukaan Bulan,” terangnya.
Pembangkit listrik tenaga nuklir modern apa pun yang dikembangkan oleh Rusia dan Tiongkok hampir pasti akan mencukupi kebutuhan pangkalan di Bulan, kata Dr. Eismont, mengingat bahwa Rusia khususnya telah memiliki pengalaman dengan teknologi nuklir berbasis ruang angkasa sejak tahun 1970an dan 1980an, dengan Uni Soviet memasang reaktor fisi seri TOPAZ ke seri satelit observasi Bumi seri Legend.
Selain itu, Uni Soviet pernah mengeksplorasi tenaga nuklir sebagai sarana prospektif utama untuk menjalankan program misi berawak Mars, yang direncanakan pada tahun 2000an namun tidak pernah terealisasi setelah runtuhnya Uni Soviet.
Dengan kata lain, para ilmuwan Rusia dan Tiongkok tidak perlu menemukan kembali roda nuklir, namun dapat mengadaptasi instalasi nuklir yang ada untuk tugas-tugas yang sedikit berbeda,” tambahnya.
“Perjanjian ini membuka prospek bagi kedua belah pihak. Setiap orang akan mendapatkan keuntungannya masing-masing. Teknologi nuklir cukup banyak digunakan di Tiongkok, namun dengan beberapa kekhasan. Masyarakat Tiongkok tidak segan-segan membeli teknologi ini dari negara lain. Bagi kami, tentu saja, ini merupakan pilihan kerja sama yang sangat berhasil. Kedua belah pihak mendapatkan keuntungan, dan hal ini meningkatkan keandalan penggunaan teknologi tersebut dan peluang untuk mengembangkannya hingga tingkat yang lebih tinggi,” kata Eismont.
Secara khusus, Rusia, dengan akumulasi pengalaman sejarahnya yang luas dalam penelitian dan eksplorasi luar angkasa, bekerja sama dengan Tiongkok yang merupakan negara adidaya luar angkasa yang masih baru, dengan sumber daya material dan ambisi untuk memenuhi ambisi luar angkasanya yang tinggi.
Seiring tersediaan berkat eksplorasi Bulan oleh Soviet pada abad ke-20 akan sangat berguna. “Karena mari kita ingat bahwa pendekatan Soviet terhadap eksplorasi bulan secara eksklusif merupakan pendekatan robotik. Artinya, tidak ada ekspedisi ke permukaan bulan yang melibatkan manusia. Namun tugas-tugas dengan bantuan robot berhasil diselesaikan,” kata akademisi tersebut, mengingat bahwa penjelajah bulan Soviet bahkan terbukti mampu mengumpulkan sampel bulan secara mandiri dan mengembalikannya ke Bumi.
Sementara Tiongkok mempunyai pencapaian besar melalui program Chang’e-nya, dengan Chang’e 4 menjadi pendaratan lunak pertama yang dilakukan umat manusia di sisi jauh Bulan pada tahun 2019.
Pesawat ruang angkasa Chang’e 6 milik RRT memasuki orbit Bulan pada minggu ini untuk mengumpulkan sampel pertama dari permukaan bulan yang diperoleh di sisi gelap Bulan.
“Orang Tiongkok telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa di sini, tentu saja, karena penjelajahan mereka ke Bulan sejauh ini juga telah dilakukan dengan sangat sukses dengan bantuan robot. Dan jelas bahwa jika kita akan memasang reaktor nuklir di permukaan Bulan, cara paling aman untuk melakukannya tentu saja adalah dengan menggunakan robot,” beber Dr. Eismont. [ran]