SOLO, (IslamToday.id) — Pakar Hukum Universitas Djuanda Bogor, Dr. Muhammad Taufiq, MH menilai pernyataan AM. Hendropriyono yang menyinggung warga keturunan Arab sebagai provokator telah melanggar pasal 28 dan 45 UU ITE tentang ujaran kebencian dan sara.
“Itu provokator itu sudah melanggar pasal 28 dan pasal 45 undang-undang informasi dan transaksi elektronik tentang ujaran kebencian,” pungkasnya di Solo, Rabu, (8/5/2019).
Menurut Taufiq, pernyataan Hendropriyono masuk dalam kategori ujaran kebencian dan SARA.
“Lalu membuat keruh masyarakat dan sudah menjustifikasi terhadap kelompok tertentu itu sudah SARA,” imbuhnya.
Taufiq menegaskan, tanpa dilaporkan pun seharusnya pihak aparat dapat menangkap mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) era Megawati tersebut.
“SARA di deskripsi di pasal 28 dan 45 dan itu bukan delik aduan, secara material itu sudah terjadi itu delik materil, delik materil ketika orang mau ngomong ada saksinya, dan didengar banyak orang maka itu harus terpenuhi,” tukasnya.
Lebih lanjut, Taufiq berpandangan pernyataan Hendropriyono menggambarkan bahwa negara terjadi anomali hukum.
“Apa yang dimaksud anomali hukum,? hukum ini tidak bergerak pada arahnya, jadi hukum ini berada di bayang-bayang kekuasaan, sehingga ada orang-orang seperti Hendropriyono yang dengan lantang tanpa bisa disentuh oleh hukum,” paparnya.
Jika hal itu dibiarkan, katanya, hal itu akan membuat kondisi yang sangat berbahaya karena tidak adanya keadilan hukum di masyarakat.
“Karena nanti masyarakat akan meniru bahwa kalau saya dekat dengan penguasa, saya pendukung penguasa, saya tidak akan tersentuh oleh hukum atau ‘untouchable’,” tandasnya.
“Kalaua ada orang yang ‘untouchable’ seperti ini akan menggugurkan status Indonesia sebagai negara hukum, Indonesia akan menjadi negara kekuasaan,” tegasnya.
“Tidak layak dia mengucapkan pernyataan seperti itu, bahkan pernyataan ini meniadakan sejarah peranan orang Arab, jangan lupa negara-negara yang mengakui kemerdekaan negara kita 17 Agustus adalah negara-negara Arab”, imbuhnya.
“Dahulu pasca proklamasi, kemerdekaan belum lengkap karena Soekarno-Hatta belum sebagai presiden dan wakil presiden, mereka baru menyatakan atas nama bangsa Indonesia, Konstituante atau Parlemen juga belum punya, konstitusi juga belum punya, tetapi ada beberapa negara yang mengakui dan itu adalah negara-negara Arab,” tutur Taufiq.
“Sementara itu di sisi lain, banyak pejuang-pejuang Arab, bahkan gedung Menteng itu pun sumbangan dari keturunan Arab yang merupakan tempat dulu dimana proklamasi itu dibacakan,” pungkas Ketua DPC Ikadin Solo ini.
“Maka akan menambah daftar panjang apabila ada orang kebal hukum di negara ini, orang yang kebal hukum itu adalah orang gila yakni pasal 44 KUHP, nah pertanyaannya diuji dulu pernyataan pak Hendro ini pernyataan orang waras atau orang gila, kan diuji dulu, kalau beliau mau diuji oleh tim medis independen bahwa memenuhi pasal 44 maka beliau ndak bisa diperiksa”, tandasnya.