JAKARTA, (IslamToday) – Selama kurun 2019 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) tindak korupsi terhadap tujuh kepala daerah.
Operasi tangkap tangan pertama terhadap Bupati Mesuji periode 2017-2022, Khamami pada 23 Januari 2019. Dalam OTT tersebut, tim KPK menyita uang pecahan Rp 100.000 yang tersimpan dalam satu kardus.
Khamami lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun 2018. Ia menerima sekurang-kurangnya uang suap Rp 1,58 miliar dari pihak swasta terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji.
Atas perbuatannya, Khamami dijatuhi vonis hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 5 bulan kurungan.
Operasi tangkap tangan berikutnya adalah Bupati Talaud periode 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip. OTT ini terjadi pada 30 April 2019. Tim penindakan KPK menyita sejumlah barang mewah dalam operasi senyap tersebut.
Barang-barang yang disita seperti tas tangan merek Channel senilai Rp 97,3 juta, tas merek Balenciaga seharga Rp 32,9 juta, jam tangan merek Rolex seharga Rp 224,5 juta, anting berlian merek Adelle senilai Rp 32 juta, serta cincin berlian merek Adelle seharga Rp 76,9 juta.
Wahyumi ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. Ia saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Selanjutnya, pada 10 Juli 2019 KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau periode 2016-2021, Nurdin Basirun. Dari tangan Nurdin, tim KPK menyita sejumlah uang dolar Amerika, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan rupiah sebesar Rp 132 juta.
Nurdin ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018/2019, serta gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Saat ini Nurdin menjadi tahanan KPK. Sementara kasusnya terus bergulir dengan pemeriksaan sejumlah saksi, baik dari pihak lingkungan Pemprov Kepulauan Riau maupun pihak swasta.
Tamzil, Bupati Kudus menjadi “pesakitan” berikutnya. Ia ditangkap pada 26 Juli 2019 saat OTT dilakukan tim penindakan KPK. Dari operasi tersebut turut disita uang sejumlah Rp 170 juta.
Dalam waktu cepat, Tamzil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Tak terima hal tersebut, ia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, majelis hakim menolak praperadilan yang diajukan.
Tamzil merupakan residivis kasus korupsi. Ia sebelumnya pernah menjabat Bupati Kudus periode 2003 hingga 2008. Selama masa pemerintahannya, ia pernah melakukan korupsi terkait dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejari Kudus.
Suap Proyek Pemerintah
OTT kelima di tahun ini menyasar Bupati Muara Enim, Ahmad Yani. Ia ditangkap pada 2 September 2019. Tim KPK menyita uang 35.000 dolar AS dari OTT tersebut. Diduga uang itu terkait dugaan suap proyek Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muara Enim.
Secara pararel dengan penangkapan Ahmad Yani, pada 3 September 2019 KPK juga turut membawa Bupati Bengkayang Suryadman Gidot ke kantor KPK di Jakarta. Dari operasi itu, tim KPK menyita uang sejumlah Rp 340 juta. Tak berselang lama, Suryadman pun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pemerintah di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Suryadman disebut menerima uang Rp 336 juta dari sejumlah pihak swasta melalui Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Alexius. Ia pun saat ini sedang menjalani masa penahanan di rutan Polres Jakarta Pusat.
Terkini, operasi tangkap tangan dilakukan pada 6 Oktober 2019 atas Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. Tim KPK menyita Rp 728 juta dari operasi tersebut. Agung lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan, pihaknya mengendus perilaku koruptif Agung sudah tercermin sejak awal menjabat. Menurutnya, Agung memanfaatkan posisinya sebagai kepala daerah baru untuk memperoleh pendapatan di luar penghasilan resminya.
“Sebelumnya, sejak tahun 2014, sebelum SYH (Syahbuddin) menjadi Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, AIM (Agung) yang baru menjabat memberi syarat jika SYH ingin menjadi Kepala Dinas PUPR, maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR,” jelas Basaria saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/10/2019) malam seperti dikutip di CNNIndonesia.com. []