JAKARTA, (IslamToday) – Jagat media sosial digemparkan oleh keberadaan komunitas crosshijaber. Crosshijaber adalah pria yang berpenampilan menggunakan hijab, bahkan bergaya ala hijab syari lengkap dengan cadar.
Istilah crosshijaber diambil dari crossdressing, di mana pria mengenakan gaun wanita dan tampil dengan makeup. Crosshijaber jadi sensasi setelah akun Twitter @lnfinityslut mengunggah thread tentang keberadaan komunitas tersebut.
Crosshijaber bahkan memiliki komunitasnya di Facebook dan Instagram, bahkan ada hashtag-nya sendiri. Dari tangkapan layar Insta story, terpampang wajah pria yang mengenakan pakaian gamis, hijab panjang, dan ada yang memakai cadar.
Diungkapkan bahwa laki-laki yang tampil dengan hijab syari ini bahkan berani masuk ke tempat yang semestinya hanya dimasuki perempuan, seperti toilet. Mereka bahkan tidak ragu berada di masjid.
Sejumlah akun crosshijaber kini sudah dikunci dan tidak ada foto profilnya. Sejumlah netizen ramai membahas fenomena crosshijaber ini di Twitter. Aksi crosshijaber dinilai meresahkan, khususnya para perempuan.
“Sory, tp bikin aku jd takut ketemu wanita cadar. bukan ap, takut pas lg sholat kan buka jilbab tuh ya eh diliat dong ya allah. musnahin org kaya gini, mohon,” tulis netizen di Twitter.
“Si lakinya gak bermasalah, tapi perempuan yang ketakutan. Kalo mau crossdresing gitu cukup dirumah aja sih, ke wc sampe ke barisan perempuan itu kan sudah gila. Mas kan sudah jelas bukan mukhrim. Jangan nebar teror seperti itu,” komentar netizen lainnya.
Menyikapi hal tersebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai fenomena tersebut menyimpang.
“Jelas menyimpang, dan itu bisa jadi memang laki-lakinya, ya kayak seperti seorang laki-laki yang menyerupai perempuan, kan seperti itu menyimpang. Yang benar, si laki-laki itu harus ditegaskan dalam sebuah lingkungan sosial untuk tetap dia menjadi dan mengembangkan jiwa kelelakiannya. Jangan dibiarkan dia mengembangkan jiwa keperempuanannya,” ujar Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi, Senin (14/10/2019).
Masduki mengatakan, pencegahan fenomena crosshijaber perlu dilakukan supaya tidak makin menjadi-jadi. Terlebih, tidak dibenarkan seorang laki-laki yang menyerupai kaum perempuan.
“Tren yang menyimpan harus dicegah, nggak boleh. Jadi budaya apa pun kalau itu menyimpang dari nilai-nilai dasar, itu harus dicegah agar tidak menjadi kebablasan. Jadi dari awal harus dicegah agar jangan sampai menjadi sebuah semacam virus yang terus berkembang akhirnya, berbahaya, yang nyeleneh gitu kan, nggak boleh,” ujarnya.
Masduki menambahkan, pandangannya mengenai fenomena berhijab yang menutupi wajah, hanya beberapa ulama yang menyepakati hal tersebut.
“Sebenarnya kan memang masih berbeda pendapat. Yang pertama yang harus saya tegaskan, berhijab menutup muka dalam Islam lebih banyak yang tidak berpendapat seperti itu. Yang berpendapat seperti itu hanya sedikit ulama, terutama ulama Wahabi yang di Arab Saudi bermazhab Hambali. Sementara ulama lain yang mazhab di luar Hambali seperti mazhab Syafi’i atau mazhab Hanafi, atau mazhab Maliki menganggap wajah bukan aurat, makanya boleh dibuka karena itu biasa saja,” tuturnya. []
Sumber: Detik