ISLAMTODAY.ID | Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke V Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Lombok Nusa Tenggara Barat, meminta KH Ma’ruf Amin mundur dari jabatan Ketua MUI setelah dilantik menjadi wakil presiden.
“Memang ada desakan agar KH Ma’ruf Amin mundur setelah dilantik sebagai Wapres, tapi kembali lagi itu tergantung kehendak daerah,” ujar Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidowi, Kamis malam, 10 Oktober 2019.
Seperti diketahui, Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar mengatakan MUI Sumatera Barat telah dua kali mengirim surat ke MUI Pusat agar Ma’ruf Amin mundur dari jabatan Ketua Umum MUI.
“Kami memahami kegelisahan sebagian ulama dan umat dengan peran ulama dan mejelis ulama karena peran Ketum MUI Pusat (KH. Ma’ruf Amin) sebagai cawapres,” ucap pria yang disapa Buya Gus itu.
Ia menambahkan, pemberian surat tersebut menyangkut peristiwa-peristiwa terakhir yang menyangkut wibawa keulamaan dan majelis. “Maka sesuai dengan pembicaraan kami dengan MUI Kab/Kota dalam Mudzakarah dan pemberitahuan kepada kesekjenan MUI Pusat, kami memberitahukan kepada umat bahwa: MUI Sumatera Barat telah dua kali mengirim surat ke MUI Pusat agar KH. Ma’ruf Amin mundur dari jabatan Ketua Umum MUI,” ujarnya.
Sebelumnya, pertanggal 13 Agustus 2018 lalu, MUI Sumbar sudah memberikan Surat pertama kepada MUI Pusat yang berisi pertimbangan pergantian kepemimpinan MUI sesuai aturan yang ada. Surat dengan Nomor : B.055/MUI-SB/VIII/2018 itu menjelaskan tentang menyikapi Pencalonan Ketua MUI sebagai Cawapres.
Pada pasal tersebut terdapat dua pertimbangan. Pertama, Ketentuan pasal 6 poin 3 pedoman dasar MUI yang menegaskan bahwa diantara usaha-usaha yang dilakukan MUI adalah “memberikan peringatan nasehat, dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada masyarakat dan pemerintah dengan bijak (hikmah) dan menyejukkan.
Kedua, demi menjaga independensi (istiqlaliyah) MUI sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim di Indonesia dan juga untuk menjaga mur’ah MUI sendiri.
Poin ketiga, demi menjaga independensi (istiqlaliyah) MUI sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim di Indonesia dan juga untuk menjaga mur’ah MUI sendiri.
Poin keempat, apabila status KH. Ma’ruf Amin sebatas non aktif dari jabatan ketua umum, maka narasi-narasi politik yang beliau sampaikan akan tetap menyeret MUI.
Sikap yang lebih tegas MUI Sumbar meminta KH.Ma’ruf Amin untuk mundur dari jabatan ketua MUI (bukan sekedar non-aktif) dan sesegera mungkin dilakukan pergantian kepemimpinan MUI sebagai mana aturan yang berlaku.
Menjawab aspirasi MUI Sumbar, Masduki mengatakan, sejumlah daerah telah meminta Ma’ruf Amin mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI setelah dilantik pada 20 Oktober 2019 mendatang.
“Kalau mengikuti aturan organisasi bisa selesai pada saat pelantikan. Nanti bisa saja tunjuk pelaksana tugas atau seperti apa. Tapi kembali lagi semua itu tergantung perkembangan di daerah, karena intinya MUI itu musyawarah mufakat,” katanya.
Kendati demikian, Masduki menjelaskan dalam Rakernas di NTB tidak ada agenda pembahasan pergantian ketua MUI. Sebab pembahasan pergantian posisi ketua ada di musyawarah nasional. Rakernas hanya membahas program kerja.
Munas kata Masduki, akan dilaksanakan antara bulan Oktober atau Agustus 2020. Meski demikian posisi pergantian ketua tergantung dinamika daerah.
“Kalau melihat masa jabatan KH Ma’ruf saat ini sudah berjalan 4,5 tahun. Tapi sekali lagi itu semua tergantung aspirasi daerah, bisa saja nonaktif sebagai ketua hingga nanti dipertanggungjawabkan di Munas,” ujarnya. (ass)