JAKARTA, (IslamToday ID) — Sejak tahun 2005, KPK sudah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak 128 kali. Terakhir, OTT menyasar Walikota Medan, Dzulmi Eldin.
“Sampai saat ini ada sekitar 128 OTT yang dilakukan KPK sejak 2005. Dua OTT akan disampaikan hasilnya pada hari Rabu. Sedangkan 126 OTT sudah naik ke penyidikan,” kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, Rabu (16/10/2019).
Dari OTT saja, ada 444 orang tersangka kasus korupsi yang sudah diproses KPK. Febri mengatakan, OTT tidak disukai para pejabat korup karena tidak bisa diprediksi oleh mereka.
“OTT ini memang tidak disukai oleh para pejabat korup. Karena sifatnya yang seketika terjadi tanpa bisa diperkirakan oleh mereka. Dan proses penyidikan hingga persidangan juga cepat dan terukur. Kesempatan menghilangkan atau mengaburkan barang bukti juga lebih sulit,” ujar Febri.
Seluruh OTT KPK itu dilakukan saat KPK beroperasi dengan landasan hukum UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK sebelum direvisi. Sementara itu, UU KPK yang baru banyak dikritik karena dianggap melemahkan KPK, termasuk dinilai bisa membuat OTT tak lagi terjadi karena penyadapan hingga penggeledahan yang harus melalui izin Dewan Pengawas.
Kembali soal
OTT, dalam tiga hari sejak Senin (14/10/2019) hingga Rabu (16/10/2019), KPK
telah melakukan tiga kali OTT. Pada Senin (14/10/2019), KPK mengamankan Bupati
Indramayu Supendi dalam OTT dan kemudian menetapkannya sebagai tersangka karena
diduga menerima suap.
Pada Selasa (15/10/2019), KPK mengamankan Kepala Balai Pelaksanaan
Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII, Refly Ruddy Tangkere. Terbaru, KPK
mengamankan Walikota Medan, Dzulmi Eldin.
Sedangkan untuk tahun 2019, KPK sudah melakukan 21 OTT. Dari jumlah OTT tersebut, didapati sejumlah bukti uang mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 8 miliar.
Terkait OTT, KPK menepis
anggapan bahwa hanya sebagai alat untuk
menjerat kepala daerah dari latar belakang politik tertentu. KPK bahkan mengklaim
bisa saja menangkap semua kepala daerah bila ada bukti kuat terkait tindak
pidana korupsi.
“Andai semua masyarakat, 240 kepala daerah dan kita bisa
buktikan, semuanya kita ambil. Jadi bukan masalah tebang pilih,” kata Wakil
Ketua KPK, Basaria Pandjaitan.
Ia menyebut KPK
menerima ribuan laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi. Namun
ribuan laporan tersebut harus dipilih sesuai dengan kewenangan KPK. “(Sekitar)
6.000 pengaduan masyarakat masuk kok, bukan berarti kita pilih, tapi harus
dipilah, mana yang menjadi kewenangan KPK,” ungkap Basaria.
Setelah itu, Basaria menjelaskan, pihaknya harus memastikan
dua alat bukti. Ia memastikan KPK akan menindaklanjuti laporan yang memiliki dua
alat bukti untuk dinaikkan ke tahap penyidikan.
“Setelah jadi kewenangan kita, tim harus memastikan pada saat penyelidikan 2 alat bukti tadi. Kalau kita dikatakan pilih-pilih, saya pastikan tidak. Kalau tidak percaya berikan laporannya, ada dua alat buktinya kita ambil,” terang Basaria. []
Sumber: Detik