JAKARTA, (IslamToday ID) – Bantuan alokasi dana desa (ADD) kepada desa siluman sudah berhenti sejak tahun 2017. Kemendagri memastikan hal tersebut setelah berkoordinasi dengan Pemkab Konawe, Sulawesi Tenggara.
“Kami sudah konfirmasi dengan Bupati, itu tidak digelontorkan kepada empat desa tadi (desa siluman) dan ditahan sejak tahun 2017,” kata Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan, Rabu (4/11/2019).
Pembentukan desa siluman diketahui ada melalui pendaftaran yang disampaikan dalam Perda No 7 Tahun 2012 tentang pendefinitifan desa-desa di Konawe, Sulawesi Tenggara. “Sementara usul (pembentukan desa) itu sudah ada disampaikan melalui Perda itu tahun 2011,” ujar Nata.
Persetujuan Kemendagri tentang desa siluman tersebut didasarkan pertimbangan pendaftarannya melalui Perda dilakukan sebelum berlakunya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan pasal 116 UU Desa mengatakan bahwa desa yang ada sebelum UU No 6 Tahun 2014 berlaku, tetap diakui sebagai desa. “Kami dari Kementerian Dalam Negeri pikir, masak sudah ditetapkan dalam Perda kemudian kami tolak? Kan tidak mungkin,” kata Nata.
Dalam perjalanannya, KPK menerima pengaduan dari masyarakat tentang tidak adanya pelayanan masyarakat di desa siluman tersebut. “KPK menyampaikan kepada kami. Ketika itu disampaikan oleh pimpinan KPK, ada 56 desa fiktif. Lalu kami verifikasi melalui data maupun observasi on the spot di lapangan,” ujar Nata.
Kemendagri telah menerjunkan tim ke Provinsi Sulawesi Tenggara pada 15-17 Oktober 2019 untuk mengecek keberadaan desa siluman tersebut. Nata mengatakan, kalau tim observasi Kemendagri telah berkomunikasi dengan Bupati Konawe untuk menanyakan keberadaan desa siluman tersebut. “Setelah kami verifikasi yang dinyatakan fiktif sebenarnya ada empat,” kata Nata.
Nama keempat desa siluman tersebut ialah Desa Larehoma di Kecamatan Anggaberi, Desa Wiau di Kecamatan Routa, Desa Arombu Utama di Kecamatan Latoma, serta Desa Napooha di Kecamatan Latoma. Mengapa bisa ada desa siluman? Nata mengatakan karena adanya Perda yang sebenarnya tidak menetapkan desa-desa tersebut. “Disinyalir Perda tersebut ada kekeliruan,” ujarnya.
Nata menambahkan nomor dan tanggal yang sama sudah pernah diusulkan melalui Perda tersebut, tetapi bukan untuk pemekaran desa.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan lembaganya pernah melakukan kajian soal dana desa pada 2015. “Tahun 2015, KPK pernah melakukan kajian tetapi di bidang pencegahannya,” katanya.
Ia menyatakan pencegahan itu dilakukan setelah UU Dana Desa telah diberlakukan. “Mungkin ada alokasi dana desa tahun itu di PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) seingat saya ada Rp 20 triliun alokasinya, dan karenanya sangat besar maka kami berinisiatif melakukan kajian agar dana bisa tepat sasaran,” tuturnya.
Febri menyatakan kajian terhadap dana desa itu juga sudah disampaikan lembaganya kepada instansi terkait. “Harapannya nanti bisa lebih serius untuk melakukan pembenahan, melakukan pengawasan juga karena sangat banyak dana desa yang harus diawasi dan lokasinya seperti apa,” ujarnya.
Untuk diketahui, KPK saat ini membantu Polda Sulawesi Tenggara untuk menangani dugaan kasus korupsi dana desa siluman. Perkara yang ditangani tersebut adalah dugaan tindak pidana korupsi membentuk atau mendefinitifkan desa-desa yang tidak sesuai prosedur dengan menggunakan dokumen yang tidak sah. (wip)
Sumber: Republika