JAKARTA, (IslamToday ID) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri KH Muhyiddin Junaidi sepakat untuk tidak memperpanjang polemik salam pembuka semua agama. Ia menyerahkan masalah ini diselesaikan oleh Komisi Fatwa MUI.
“Karena komisi inilah yang paling berwenang untuk membahas secara tuntas, baik itu dari aspek historis, kronologis, aspek sosial, dan budaya. Oleh karena itu para pimpinan diminta menunggu dulu sampai pembahasan ini rampung,” kata Muhyiddin di kantor MUI, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Ia menilai masalah ini cukup sensitif. Sebab tidak semua orang dapat mengeluarkan pernyataan ke publik karena ada dampak yang ditimbulkan dari pernyataan tersebut.
“Kami yakin sebagai bangsa yang multi kultural dan multi budaya, kita hargai perbedaan itu sebagai sunnatullah. Kita anggap sebagai khazanah untuk memperkaya dan memperkuat keanekaragaman,” ujarnya.
Namun secara umum, katanya, dalam konteks menjaga akidah, tidak boleh mencampuradukkan antara akidah, muamalah, dan budaya.
MUI pusat melalui Komisi Fatwa segera menetapkan fatwa terkait salam atau kalimat pembuka dari semua agama. Penetapan ini merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 11-13 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Ya, akan dibahas di Komisi Fatwa, akan dipelajari. Insya Allah Selasa depan diharapkan sudah ada laporannya,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Anwar Abbas di tempat yang sama.
Kendati begitu, Ketua PP Muhammadiyah ini tak dapat menjelaskan secara rinci mengenai arah dari penetapan fatwa tersebut. Ia mengatakan, MUI pusat tidak dapat mengintervensi Komisi Fatwa dalam penyusunan suatu fatwa.
“Itu cara kerja mereka. Tidak boleh diintervensi oleh pimpinan, termasuk Ketua Umum (MUI) dan Sekjen (MUI). Mereka diberikan otoritas penuh,” ujarnya.
Anwar menyatakan bahwa setiap agama memiliki cara dan ajaran masing-masing untuk terciptanya suasana rukun dan damai. Untuk itu, ia meminta agar tak boleh memaksakan kepercayaan atau keyakinan suatu agama untuk berkehendak yang orang lain inginkan, termasuk dalam urusan ucapan salam.
“Untuk itu, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, maka masing-masing kita harus bisa dalam kehidupan sehari-hari untuk saling menghormati ucapan salam yang disampaikan oleh pemeluk suatu agama dengan mempergunakan salam yang sudah lazim dalam agamanya. Tanpa harus menambah dan mengucapkan salam yang akan disampaikannya dengan salam dalam agama lain,” jelas Anwar. (wip)
Sumber: Gelora.co