JAKARTA, (IslamToday ID) – Kabinet Indonesia Maju yang dilantik sebulan lalu mengawali kiprahnya di tengah situasi ekonomi global yang tidak ideal. Bayang-bayang resesi menggelayuti laju perekonomian dunia.
Hal itu seperti yang dilaporkan oleh Institute for Development Economics and Finance (INDEF) dalam rilisnya, Rabu (27/11/2019).
Dalam laporannya, INDEF juga menyatakan pemangkasan target pertumbuhan 2020 terjadi di berbagai negara maju dan negara berkembang. Perang dagang AS-China, ekonomi Eropa pasca Brexit, hingga gejolak geopolitik masih saja menjadi “batu sandungan” yang membuat laju pemulihan perekonomian global berjalan lamban.
INDEF juga melaporkan ekonomi Indonesia juga tidak kebal dari virus resesi global. Laju pertumbuhan ekonomi pada dua triwulan terakhir yang melambat, mengindikasikan bahwa risiko resesi dapat menjalar ke dalam negeri.
Serangkaian “amunisi” kebijakan trobosan yang tidak hanya mampu menahan perlambatan, namun juga dapat mengakselerasi perekonomian sangat dinantikan. Kolaborasi petahana dan wajah baru di tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju diharapkan tidak sebatas memberi secercah harapan, namun benar-benar dapat merealisasikan target-target pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Berikut analisis INDEF atas perkembangan ekonomi terkini dan proyeksi 2020 mendatang:
1. Gejala resesi ekonomi global
Perekonomian global menunjukkan tanda-tanda resesi. Musim pemangkasan proyeksi laju pertumbuhan ekonomi melanda hampir seluruh negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang juga kesulitan mendongkrak perekonomian.
Gejolak perang dagang AS-China berimbas pada pertumbuhan dan perdagangan dunia. Permintaan ekspor melambat (terutama pada ekspor komoditas), yang diikuti dengan penurunan investasi langsung. Hubungan dagang Jepang-Korea Selatan pun memanas, sehingga mempengaruhi prospek ekonomi di Kawasan Asia.
Ekonomi Uni Eropa belum mampu bangkit dari zona degradasi, justru malah semakin menunjukkan ke arah pelemahan. Pertumbuhan ekonomi Eropa menunjukkan perlambatan dari 1,7 persen (2019: I) menjadi 1,4 persen persen (2019: II). Terakhir pada kuartal 3, angka pertumbuhan masih sama dengan kuartal 2 sebesar 1,4 persen. Jerman yang digadang-gadang menjadi mesin penggerak ekonomi Eropa pasca Brexit, masih terseok.
Dengan porsi 21 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Uni Eropa, kemungkinan Jerman jatuh dalam jurang resesi mencapai hampir 60 persen (Macroeconomic Policy Institute, 2019).
Berlanjutnya perlambatan ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi China pada 2019: II hanya sebesar 6,2 persen. Angka pertumbuhan ini merupakan level terendah dalam tiga dekade terakhir.
2. Ekonomi domestik mencoba bertahan di tengah perlambatan.
Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar tercipta pertumbuhan ekonomi sesuai harapan. Sayangnya, ekonomi Indonesia belum mampu keluar dari lingkaran pertumbuhan 5 persen.
Ekonomi nasional terus bergantung pada kekuatan sektor konsumsi rumah tangga, karena sektor investasi dan perdagangan internasional belum berperan dominan. Harapan memaksimalkan peranan investasi langsung berhadapan dengan iklim investasi yang belum kondusif. Indonesia tidak menarik bagi investor asing, karena kerumitan regulasi.
Sementara itu, upaya memupuk peranan perdagangan internasional sulit dilakukan karena struktur ekspor yang tidak berdaya saing. Di sisi lain kebergantungan impor sangat tinggi, terutama untuk bahan baku dan penolong untuk industri.
Ancaman resesi ekonomi ke dalam negeri terutama akan berasal dari efek kontigensi dari sektor perdagangan daripada sektor finansial. Ini ditandai dengan semakin besarnya dampak yang diakibatkan perang dagang antara China dan AS. Tidak hanya bagi dua negara yang berseteru, perang dagang juga mendorong perang dagang di negara-negara lainnya hingga perubahan pola perdagangan menjadi protektif.
3. Fokus kebijakan mitigasi resesi ekonomi
Indonesia belum menghadapi resesi, apalagi depresi. Namun
demikian gejala menuju resesi semakin terlihat jelas. INDEF melihat beberapa
fokus kebijakan kementerian yang perlu dilakukan:
• Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian: (a) Memastikan bahwa koordinasi dan strategi menghadapi potensi
risiko resesi ekonomi berjalan sesuai rencana; (b) Penajaman kembali strategi
paket kebijakan ekonomi yang lebih atraktif dan ‘nendang’ bagi pelaku ekonomi.
• Kementerian Keuangan: (a) Meningkatkan kualitas koordinasi dengan otoritas moneter; (b) Menambah basis pajak baru secara hati-hati dalam rangka menambah penerimaan negara tanpa harus mengganggu perekonomian. Perluasan basis pajak berarti menggaet potensi pajak yang selama ini belum tersentuh. (c) Strategi penjualan surat berharga negara secara prudent dengan nominal ritel dalam rangka pendalaman pasar keuangan domestik. Sejalan dengan itu mengurangi risiko kepemilikan surat utang negara oleh asing.
• Kementerian Perdagangan: (a) Hal yang harus diperhatikan serius dalam perdagangan dalam negeri adalah menjamin distribusi dan pasokan bahan pokok, terutama sembilan bahan pokok tetap tersedia guna menghindari gejolak inflasi akibat distribusi yang tidak beres sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. (b) Terkait dengan perdagangan luar negeri adalah mencari pasar ekspor non tradisional dalam rangka memasarkan produk-produk Indonesia.
• Kementerian Perindustrian: (a) Salah satu Pekerjaan Rumah terbesar Indonesia di bidang industri adalah membangun mother of industry yakni industri baja dan industri petrokimia. Industri baja dibutuhkan dalam rangka mendukung industri turunan yang membutuhkan suplai baja, terutama industri permesinan dan juga infrastruktur. (b) Kementerian Perindustrian juga perlu mengembangkan agroindustri, mengingat sifat industri ini adalah bahan baku tersedia di domestik, mampu memenuhi kebutuhan end user (masyarakat), dan potensial untuk ekspor.
• Kementerian Pertanian: Memastikan produksi bahan pangan dalam negeri terpenuhi. Dua alasan utama adalah mengurangi impor dan menjaga harga pangan di pasaran tetap stabil.
Pengurangan impor penting dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap US$. Menjaga harga stabil penting dalam menjaga inflasi yang berujung pada perlindungan daya beli masyarakat.
• Kementerian Ketenagakerjaan: (a) Mengawal program kartu pra kerja Pemerintah dan menjaga agar buruh atau pekerja tetap produktif selaras dengan kenaikan upah yang terjadi setiap tahun. (b) Menjaga produktivitas pekerja juga menjadi hal utama yang harus diperhatikan.
• Kementerian Koperasi dan UMKM: (a) Satu hal poin utama yang harus diperhatikan terkait dengan keberadaan UMKM, dan juga koperasi, di Indonesia adalah masalah scale-up UMKM. Scale up UMKM dan Koperasi penting agar porsi UMKM dan koperasi dalam perekonomian meningkat. Scale-up UMKM bisa dihubungkan dengan pembangunan industri agro yang melibatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian. (b) Salah satu instrumen yang bisa dijadikan sebagai sumber permodalan UMKM adalah adanya institusi atau entitas Bursa Efek Khusus UMKM (BEKU). Keberadaan BEKU akan menjadi alternatif pembiayaan oleh UMKM sekaligus memperdalam keuangan di Indonesia.
• Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional: (a) Lahan menjadi salah satu kendala investasi di Indonesia. Keberadaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menjadi penting untuk menyelesaikan persoalan pertanahan di Indonesia yang dihadapi oleh para pelaku ekonomi. (b) Selain penyelesaian urusan tanah untuk kegiatan investasi, perwujudan tata ruang yang konsisten juga diperlukan. Tata ruang yang konsisten diperlukan untuk perencanaan sistem logistik yang efektif dan efisien dan berumur jangka panjang.
• Kementerian BUMN: (a) Keterlibatan BUMN penting, namun ketika terlihat bahwa perekonomian didominasi oleh BUMN maka akan mengurangi minat swasta untuk melaksanakan investasi. (b) Pada pemerintahan periode kedua Jokowi harus menunjukkan bahwa BUMN dan swasta bisa berkolaborasi dalam melaksanakan pembangunan nasional. Apa ruang yang menjadi kerja BUMN dan apa ruang yang menjadi kerja swasta harus disinergikan karena kata kunci mitigasi resesi ekonomi adalah kolaborasi dan sinergi. (wip)