JAKARTA (IslamToday ID) – Perum Bulog
akan membuang 20.000 ton cadangan beras pemerintah yang ada di gudang mereka.
Nilai beras tersebut mencapai Rp160
miliar.
Informasinya, pemusnahan beras tersebut dilakukan karena usia penyimpanannya
sudah melebihi satu tahun. Untuk saat ini cadangan beras di gudang Bulog
mencapai 2,3 juta ton.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi Saleh mengatakan, dari 2,3 juta ton beras cadangan itu, sekitar 100.000 ton di antaranya sudah disimpan di atas empat bulan. Sementara, ada sekitar 20.000 ton lainnya usia penyimpanannya sudah melebihi 1 tahun.
Menurut Tri, sesuai Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) No 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras
Pemerintah (CBP), beras yang usia penyimpanannya sudah melampaui batas waktu
simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan
mutu, maka harus dibuang atau dimusnahkan
“Semua stok Bulog yang disimpan lebih dari lima bulan itu
dapat dibuang, bisa diolah kembali, diubah menjadi tepung dan yang lain, atau
turunan beras atau dihibahkan, atau dimusnahkan,” kata Tri, Jumat (29/11/2019).
Meskipun akan dimusnahkan, Tri mengaku pihaknya masih
menemukan masalah, yakni terkait dengan penggantian beras yang dimusnahkan.
Bulog berharap Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan
bisa melakukan sinkronisasi aturan agar pemusnahan beras tersebut nantinya
tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara itu, pekan ini Bulog meluncurkan
toko online untuk memasarkan produk pangan lewat PangananDotCom. Supermall
pangan itu bisa diakses melalui marketplace
atau e-commerce.
Tak hanya memudahkan masyarakat untuk mengakses bahan pangan,
Direktur Utama Bulog, Budi Waseso (Buwas) juga menargetkan aplikasi tersebut
bisa menjegal aksi mafia pangan.
Pasalnya, lewat aplikasi tersebut, Bulog dan distributor
produk pangan bisa memasarkan berbagai produk langsung ke konsumen dari
gudangnya. Aplikasi itu juga menawarkan transparansi harga, di mana konsumen
bisa langsung membandingkan harga produk sejenis.
Konsumen juga berkesempatan mendapatkan produk dengan harga
miring jika produk terkait sedang didiskon.
Mayoritas Produk Beras
Berdasarkan penelusuran ke laman PangananDotCom, pada hari pertama
peluncurannya, Rabu (27/11/2019), terdapat 151 jenis produk yang ditawarkan
oleh toko digital itu. Mayoritas produk yang dijual adalah beras.
Produk beras premium ukuran 5 kilogram (kg) ditawarkan mulai
dari Rp 52.000 per kemasan atau Rp 10.400 per kg berkat promo diskon 29 persen.
Menariknya, harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim ke konsumen.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis
Nasional per 27 November 2019, rata-rata harga beras kualitas Medium I Rp
11.850 per kg, Medium II Rp 11.650 per kg, Super I Rp 13.150 per kg, dan Super
II Rp12.650 per kg. Artinya, sebagai pembanding, harga beras per 5 kg bisa
tembus Rp 56.000-65.000.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Bank Benih dan Teknologi
Tani Indonesia (AP2TI) Dwi Andreas Santosa menilai aplikasi tersebut sekadar
memudahkan konsumen untuk membeli produk pangan.
Berdasarkan riset AP2TI, penggunaan
aplikasi online hanya berdampak
kurang dari 1 persen bagi petani. Dalam hal ini, keberadaan aplikasi hanya akan
memindahkan profit dari pedagang konvensional ke pedagang online. Bahkan, kehadiran berbagai diskon yang menekan harga
berisiko merusak harga pasar, sehingga merugikan petani.
“Pedagang tidak akan mau rugi, kalau ingin menurunkan harga
ke konsumen mereka akan menekan harga di tingkat petani,” ujar Dwi.
Menurut Dwi, Buwas sebaiknya membuktikan keberadaan mafia
pangan yang kerap disebut. Sebab, jika tidak terbukti, dugaan tersebut akan
merugikan petani dan distributor karena mereka dipaksa untuk menekan harga demi
persaingan. Padahal, harga yang ditawarkan sudah mewakili harga pasar.
Saat ini, tambahnya, margin perdagangan dan pengangkutan
(MPP) beras di Indonesia berkisar 25 persen. Artinya, jika harga beras konsumen
Rp 10.000 per kg, sekitar Rp 2.500 di antaranya merupakan biaya pengepakan dan
distribusi. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com