JAKARTA, (IslamToday ID) – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menentang keberadaan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.
Seperti diketahui di peraturan tersebut memuat tentang adanya sertifikasi untuk majelis taklim mulai dari pendaftaran, pengurus, ustaz, jamaah, hingga muatan materinya. Apalagi belakangan PMA No 29/2019 itu hadir juga dalam rangka untuk menangkal radikalisme.
“Muhammadiyah itu
menghargai niat dan maksud yang mau dilakukan oleh pemerintah soal majelis
taklim untuk pendaftaran. Tetapi kebijakan itu kalau dikaitkan dengan
radikalisme, itu memang berlebihan, tidak nyambung juga,” kata Haedar, Kamis
(5/12/2019).
Menurutnya, jika orientasi kebijakan sertifikasi majelis
taklim tersebut hanya untuk menangkal radikalisme, justru terlalu
diskriminatif. Sebab tidak akomodatif dan hanya melibatkan satu institusi dalam
hal ini majelis taklim semata.
“Kalau satu institusi yang ada di umat Islam, majelis taklim,
itu kan hidup. Nanti kan asumsinya, oh berarti umat Islam itu menjadi sumber
dari radikalisme,” jelas Haedar.
“Kalau satu agama diatur, nanti di agama lain juga kan diatur. Kemudian dalam kehidupan sosial juga diatur. Nanti malah pemerintah jadi habis waktunya untuk mengatur masalah-masalah seperti ini,” lanjutnya.
Dalam konteks
demokrasi, lanjut Haedar, majelis taklim sebagai basis akar rumput yang
menghidupkan aktivitas keagamaan dan sosial kemasyarakatan ini seolah dibatasi
oleh aturan tersebut. Kemudian, sedikit banyaknya akan mengikis budaya
gotong-royong masyarakat Indonesia itu sendiri.
“Nanti aktivitas-aktivitas sosial yang ada di masyarakat itu
juga akan ada pembatasan. Karena itu alangkah bagusnya biarkan majelis taklim
itu menjadi kekuatan dinamis untuk menghidupkan keberagamaan yang positif,
keberagamaan yang menciptakan damai, toleran, dan memberi rahmat bagi
lingkungan,” tutupnya.
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh PKS. Secara tegas PKS menyebut polemik perizinan majelis taklim ini terlalu berlebihan.
“Tadi menjadi pembicaraan juga bahwa apa yang dilakukan
oleh pemerintah hari ini, ada sebuah kebijakan yang terlalu berlebihan (izin
majelis taklim). Ini mengingatkan kita pada dulu zaman Orde Baru, fenomenanya
seperti itu,” kata Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman di Gedung Dakwah Jakarta
Pusat, Rabu (4/12/2019).
Ia menjelaskan bahwa PKS ingin Indonesia saat ini
tidak menjadi bangsa yang terus terjebak dalam reinventing the wheel. Kesalahan di masa lalu sudah seharusnya
tidak diulang di masa sekarang. Kalau seperti itu, artinya bangsa Indonesia
belum mengalami kemajuan.
“Apa yang diputuskan
pemerintah hari ini, kami kritisi karena itu menjadi sesuatu yang tidak
proporsional. Terlalu mengintervensi kepada aktivitas-aktivitas sosial
keagamaan masyarakat,” ujar eks Rektor Universitas Paramadina ini.
“Kami berharap pemerintah melihat kembali ke masalah ini,” tambahnya.
(wip)
Sumber: Republika.co.id, Rmol.id