JAKARTA, (IslamToday ID) – Kementerian Agama (Kemenag) meminta seluruh materi ujian di madrasah yang mengandung konten khilafah dan perang atau jihad untuk ditarik dan diganti. Hal ini sesuai ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam No 3751, No 5162 dan No 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTs, dan MI.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kemenag, Umar mengatakan, yang dihilangkan sebenarnya bukan hanya materi khilafah dan perang. Setiap materi yang berbau kekanan-kananan atau kekiri-kirian dihilangkan.
Ia mengatakan setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan dan toleransi juga dihilangkan. “Karena kita mengedepankan pada Islam wasathiyah,” kata Umar, Sabtu (7/12/2019).
Ia menerangkan dulu Rasulullah mengajarkan semangat perjuangan. Tapi semangat perjuangan dalam konteks saat ini tidak lagi model perjuangan perang. Nanti dalam sejarah kebudayaan Islam tetap membahas Rasulullah pernah berperang.
Menurut Umar, perang memang bagian dari sejarah kehidupan Rasulullah, tapi beliau tidak hanya berperang saja. “Tetapi justru yang kita ungkap banyak nanti aspek kehidupan Rasulullah yang menjaga perdamaian yang madani,” ujarnya.
Umar mengatakan, perjuangan Rasulullah membangun masyarakat madani yang dikembangkan. Pokoknya tetap ada tentang perang tapi tidak dominan. Sehingga tidak mengesankan Rasulullah hanya melakukan perang saja.
Umar menyampaikan bahwa yang ingin dikedepankan oleh Kemenag adalah Rasulullah yang membangun masyarakat madani. Supaya dapat dipahami pentingnya menjaga perdamaian dan toleransi. Sebab Rasulullah dengan umat-umat agama lain juga toleran.
Ia menambahkan, semua buku-buku ajar di MI, MTs, dan MA berorientasi pada penguatan karakter, ideologi Pancasila, dan antikorupsi. Paling utama mengajarkan Islam wasathiyah.
“Jadi kita ini menyiapkan generasi yang akan datang generasi yang betul-betul bisa menjaga perdamaian, persatuan, dan toleransi demi keutuhan NKRI dan kejayaan Islam di Indonesia,” jelasnya.
Umar mengingatkan di Indonesia khilafah ditolak, maka tidak mungkin mengajarkan materi yang konteksnya membangun khilafah yang bertentangan dengan Indonesia.
“Apakah kemudian pemerintahan Islam (khilafah) enggak diajarkan? Ya tentu nanti ada porsi (pelajaran tentang) membangun peradaban dan pemerintahan, tapi yang sesuai dengan negara kita Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, anak-anak diajari bagaimana pandangan Islam terhadap membangun negara dan pemerintahan. Jadi perspektifnya beda dengan khilafah yang dimaksud oleh pihak-pihak yang ingin mendirikan khilafah di negara Pancasila.
Ia menegaskan, pihaknya tidak akan menghilangkan fakta-fakta sejarah Islam. “Tapi pendekatan dan metodologinya yang kita ubah, supaya anak-anak enggak sampai lupa sejarah, dan nggak boleh melupakan sejarah,” jelasnya.
Kemenag ingin memberikan bekal kepada para siswa supaya melek informasi tentang negara. Supaya anak-anak tahu membela negara ini hukumnya fardu ain. Tapi membela yang mengedepankan asas pemerintahan yang Pancasila, meneguhkan NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. (wip)
Sumber: Republika.co.id