ACEH, (IslamToday ID) – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan
fatwa tentang salam, doa, dan penggunaan simbol lintas agama dalam perspektif
syariat Islam. Dalam fatwa itu, umat Islam dilarang menggunakan simbol Islam
pada peci hingga mobil.
Wakil Ketua MPU Aceh, Tengku Faisal Ali
mengatakan fatwa tersebut dikeluarkan setelah dilakukan pengkajian dari
berbagai sudut pandang oleh ulama Aceh. Rencananya, fatwa dikeluarkan pada awal
2019 lalu, namun ditunda.
“Pertama pembahasan
fatwa ini sudah kita agendakan sejak lama. Tapi kalau kita fatwakan jelang
Pemilu dianggap ada kaitan dengan politik, makanya kita tunda. Ini baru kita sahkan kemarin,” kata Faisal, Kamis (12/12/2019).
Salah satu poin
dalam fatwa tersebut adalah terkait penggunaan simbol agama. Umat Islam
dilarang menggunakan simbol-simbol agama lain dengan sengaja, kecuali ada unsur
kedaruratan. Faisal mencontohkan umat Islam yang tinggal di daerah minoritas.
“Dan bagi umat
Islam menggunakan simbol-simbol agama Islam tersendiri misalnya kalimat La ilaha
illalla‘ atau tulisan ayat Allah lainnya di mobil, di peci, itu
juga dilarang penggunaannya,” kata Faisal.
Pelarangan itu, jelas Faisal, untuk mencegah simbol tersebut
dibawa ke tempat yang tidak terhormat. Meski demikian, ulama
Aceh tidak melarang penggunaan simbol Islam di dinding atau pintu rumah.
“Kalau misalnya
kalimat La
ilaha illalla‘ ditulis di baju, nanti waktu dicuci gimana. Misalnya ditulis
di mobil, waktu dibersihkannya gimana. Bisa jadi diinjak oleh tukang bersih-bersih,” ungkap Faisal.
“Hal-hal seperti
inilah makanya pemakaian simbol agama oleh umat Islam tersendiri bukan pada tempat
terhormat juga dilarang,” tambah Faisal.
Di tempat terpisah, PP Muhammadiyah menilai larangan
itu merupakan bentuk kehati-hatian.
“Kehati-hatian dari
ulama-ulama di sana. Husnuzan saja. Simbol-simbol Islam yang dipakai
di peci artinya terbatas lah. Yang dilarang kalimat tauhid, umpamanya ada
kalimat Allah dibawa ke tempat yang tidak baik. Kalau simbol-simbol yang lain, seperti bintang dan yang
lain saya kira tidak seperti itu,” kata Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Kamis (12/12/2019) malam.
Ia menilai maksud
dari larangan yang dikeluarkan ulama Aceh itu baik. Ia berbaik sangka
atas keluarnya fatwa tersebut.
“Saya kira
maksudnya mungkin baik, kehati-hatian ya. Tapi tidak sejauh itu, kalau ditempel di
mobil, di kaca umpamanya ya, kan tidak masalah. Tapi bagi ulama Aceh kehati-hatian
supaya jangan sampai kalimat-kalimat itu disimpan di tempat tidak terhormat, nanti
diinjak atau apalah,” ujar Dadang.
Poin lain yang ada
dalam fatwa itu adalah larangan penggunaan simbol agama lain dengan sengaja.
Dadang mengaku sependapat dengan larangan tersebut.
“Saya mengapresiasi
fatwa itu, artinya bertujuan
baik lah. Memang
simbol-simbol agama lain jangan dipakai oleh agama lain, itu kan takutnya ada
salah pengertian. Oleh karena itu saya kira pakailah simbol masing-masing agama
sendiri. Saya kira saya setuju, kita menghormati agama lain tidak harus memakai
simbol-simbol agama orang lain,” jelasnya.
Menurut Dadang,
setiap simbol agama mempunyai makna tertentu. Ia mengimbau semua umat beragama saling
menghormati.
“Simbol agama itu
mempunyai makna tersendiri. Religious
meaning seperti simbol-simbol yang dipakai agama itu mempunyai makna-makna
yang kita tidak paham terhadap makna-makna itu. Maka karena itulah, hormatilah mereka
dan kita pun menghormati,” ujarnya.
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menilai alasan keluarnya fatwa MPU Aceh itu masuk akal. “Alasannya masuk akal. Tapi saya tidak dalam kapasitas untuk mendukung atau menolak fatwa itu,” ujarnya. (wip)
Sumber: Detik.com