JAKARTA, (IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menyatakan media asing Wall Street Journal (WSJ) harus diberi peringatan keras terkait pemberitaannya yang menyatakan ormas-ormas Islam Indonesia mendapat “uang diam” atas kasus pembantaian muslim Uighur di Xinjiang, China.
“Harus disomasi itu media asing (WSJ). Karena (pemberitaannya) tendensius,” kata Adi, Jumat (14/12/2019).
Menurutnya, tudingan yang dilontarkan oleh WSJ pada Rabu (11/12/2019) lalu itu mesti dibuktikan dengan data dan fakta yang mendukung. Jika tidak, maka media asing itu telah menyebarkan berita bohong. “Tuduhannya harus dibuktikan. Itu tuduhan serius dan tak main-main,” ujar Adi.
Sebab, kata pengamat
politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini, ormas Islam sekaliber
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) telah menyejarah dan sangat konsen
terhadap kemanusiaan.
“Selama ini ormas
Islam Indonesia cukup konsen dengan isu kemanusiaan. Karena itu, ormas yang
dituding harus bersikap,” tuturnya.
Lebih lanjut, Adi menyarankan agar media asing WSJ diberi somasi akibat berita
yang dilaporkannya tendensius
dan tak berdasar. “Somasi itu media asing,” tandasnya.
Sekadar informasi, PP Muhammadiyah, NU, dan MUI telah
mengklarifikasi dan memberikan bantahannya soal tudingan dari media asing
tersebut.
Sementara itu, peneliti dari LIPI, Siti Zuhro mengatakan, pemerintah China
tidak boleh mengacaukan hubungan baik dua negara hanya karena menyuarakan
aspirasi mengenai pembantaian muslim Uighur.
“Ini dua hal yang berbeda, jangan dikacaukan
hubungan yang baik dan hubungan bilateral dua negara ini,” kata Zuhro.
Ia menyampaikan Indonesia merupakan negara berdaulat yang bisa menentukan
sikapnya sendiri dalam misi perdamaian dunia. Sehingga jika ada kaum minoritas
yang tertindas di belahan negara lain, maka Indonesia boleh menyuarakan
aspirasinya sebagai bentuk negara yang demokratis.
“Indonesia dengan model negaranya yang berdaulat, tidak boleh membiarkan diskriminasi terjadi, terlebih itu suatu
kenistaan,” paparnya.
“Hubungan baik, bilateral yang baik antar negara
tidak boleh dicampuradukkan dengan hal misi perdamaian,” tambahnya.
Menurutnya, sesuai
dengan amanah konstitusi Indonesia tidak boleh menutup mata dengan isu
perdamaian dunia dan harus terlibat aktif dalam misi tersebut.
“Indonesia tentu tidak boleh menutup mata dengan adanya
pelanggaran hukum dan HAM, negara China harus menghormati penegakkan hukum dan
HAM Indonesia dan negara Indonesia bersepakat sejak tahun 1998 untuk
mengedepankan hukum dan HAM,” tandasnya. (wip)
Sumber: Rmol.id