JAKARTA, (IslamToday ID) – Tim advokasi Novel Baswedan menyebut kasus penyerangan dengan air keras yang menimpa penyidik senior KPK itu bukanlah tindak pidana biasa. Seperti diketahui polisi menjerat dua oknum tersangka penyerang Novel dengan pasal pengeroyokan dan penganiayaan.
“Pasal ini menghilangkan dimensi kasus Novel yang bukan tindak pidana biasa,” kata anggota tim advokasi Novel Baswedan, Asfinawati, Minggu (29/12/2019).
Ia mengatakan, seharusnya pelaku dikenakan pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. Pasal itu disebutnya pernah diterapkan terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan tersangka pembunuhan aktivis HAM, Munir.
“Harusnya ada pasal 55 tentang penyertaan. Seperti dalam kasus Pollycarpus, dia dikenakan pasal 55 meski saat itu masih sendiri menjadi tersangka,” jelas Asfinawati.
“Karena memang dari penyidikan tindak pidananya bukan kriminal biasa, tapi permufakatan jahat,” imbuhnya.
Menurut
Asfinawati, temuan investigasi Komnas HAM dan tim Polri mempunyai kesamaan,
yaitu serangan terhadap Novel bukan kriminal biasa. Oleh sebab itu, ia menyebut
pelaku tidak bekerja sendiri untuk menyerang Novel.
“Temuan Komnas HAM dan tim bentukan Polri punya
kesamaan, yaitu serangan kepada Novel bukan kriminal biasa, tapi terkait dengan
kerjanya di KPK. Artinya tidak mungkin dua orang tersebut pelaku satu-satunya.
Bukan hanya soal ancaman hukumannya, tapi konstruksi pasal sangat menentukan
apakah pentersangkaan dua orang ini jadi sarana keadilan bagi Novel atau
kebalikannya, cara untuk menutup ke pelaku sebenarnya,” tuturnya.
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Human Polri Brigjen Argo Yuwono menyatakan
pasal yang menjerat kedua tersangka penyerang Novel adalah pasal 170 KUHP
subsider pasal 351 ayat 2 KUHP. Argo menyebut tersangka terancam hukuman 5
tahun penjara. “Pasal 170 KUHP subsider 351 ayat 2 KUHP,” ujar Argo.
Sementara itu, pakar hukum pidana
dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyatakan ada pasal lain yang
bisa menjerat tersangka penyerang Novel karena menimbulkan luka berat.
“Perbuatannya merupakan
perbuatan yang direncanakan disertai kesengajaan untuk menganiaya dan
mengakibatkan luka-luka berat. Perbuatan ini memenuhi unsur pasal 353 ayat (2)
KUHP yang ancaman maksimalnya 7 tahun. Selain itu, telah juga menimbulkan kerugian perdata,” kata Fickar.
Selain itu, menurutnya, kedua tersangka penyerangan bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) karena menyebabkan Novel tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai penyidik KPK. Fickar mengatakan kedua tersangka penyerangan juga bisa dipecat dari kepolisian.
“Namun lebih jauh
jika perbuatannya sengaja agar NB (Novel Baswedan) tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai penyidik KPK, maka pelaku dapat dijerat berdasarkan pasal 21 UU Tipikor
(UU No 31/1999 jo UU
No 20/2001) dengan ancaman maksimal 12 tahun,” jelas Fickar.
“Tuduhan KUHP
dan/atau (UU) Tipikor, karena pelakunya juga aparat negara, maka dikenakan
hukuman tambahan berdasarkan pasal 10 KUHP, yaitu dicabut haknya dari keanggotaan kepolisian,” imbuhnya.
Fickar menyebut besar kemungkinan ada
pihak lain yang bisa ditetapkan sebagai tersangka, karena tersangka yang saat ini
ditangkap hanya sebagai pelaku lapangan. KUHP juga merumuskan
pelaku tidak hanya pelaku langsung, tetapi juga orang yang berada di balik
kasus tersebut.
“KUHP merumuskan
pelaku tidak hanya yang langsung melakukan, tetapi juga pelaku peserta, baik
yang menyuruh, menganjurkan atau memberi fasilitas dan kesempatan, serta yang
membantu melakukan pun dapat dijerat sebagai tersangka. Tapi semua itu harus
berdasar temuan fakta di pemeriksaan, mengingat pelaku tidak mempunyai hubungan
hukum apapun dengan Novel Baswedan sebagai korban,” jelas Fickar. (wip)
Sumber: Detik.com, CNNIndonesia.com