JOGJA, (IslamToday ID) – Mantan Ketua KPK, Busyro
Muqoddas mengatakan ada tujuh kali upaya pembunuhan atau penganiayaan kepada
penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Upaya pembunuhan itu berlangsung sewaktu
Busyro masih aktif di lembaga antirasuah tersebut.
“Sepanjang saya 4 tahun di KPK, upaya pembunuhan atau
penganiayaan terhadap Novel itu sudah berjalan 6 sampai 7 kali,” kata Busyro,
Senin (30/12/2019).
Ia bercerita kala masih menjadi pimpinan di KPK, menjumpai
penyidik yang wajahnya mirip dengan Novel ditabrak mobil oleh orang tak
dikenal. Kepada Busyro, penyidik dari aparat kepolisian itu memberikan
keterangan mengejutkan.
“Penyidik itu
menyatakan bahwa ‘ini yang ditarget bukanlah saya Pak, tapi adalah Novel. Bapak
lihat wajah saya ini mirip nggak dengan bagian-bagian wajah Novel’,” ujar
Busyro menirukan keterangan penyidik itu.
“Oh iya jidatnya sama,” timpalnya.
Penyidik tersebut,
kata Busyro, yakin dirinya jadi korban salah sasaran. Menurutnya, tak hanya di
satu daerah, tapi upaya yang sama terjadi di beberapa daerah.
“(Penyidik yang mirip Novel) itu ditabrak dengan mobil
besar dan kakinya patah berat. Itu salah satu saja, di samping kasus lain di
Sulawesi, di Mataram dan sebagainya,” lanjutnya.
Terkait motif penyerangan terhadap Novel yang disebut karena sentimen pribadi, Busyro menilai hal itu tidak logis. “Logika seperti ini yang harus diperkuat oleh teman-teman media. Jadi sama sekali tidak logis kalau ini karena sentimen pribadi, dari siapapun juga yang mengaku-ngaku kalau itu. Apalagi polisi aktif, kalau sekarang yang ditangkap itu,” kata Busyro.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD turut
menanggapi ramainya pembahasan sketsa dengan wajah asli pelaku yang dinilai
berbeda. Menurutnya, ada teknologi untuk
mengecek kesesuaian antara wajah asli pelaku dan sketsa.
Mahfud kemudian menyebut langkah yang dilakukan pemerintah
pasti akan menjadi sorotan. “Begini ya, apapun
yang ditemukan pemerintah pasti ada yang bertepuk karena senang, pasti ada yang
mengkritik, itu bagian dari kritik,” kata Mahfud di Bakamla, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2019).
Ia mengaku tak masalah jika ada yang mengkritik langkah pemerintah. Nantinya semua
fakta yang terkait kasus ini bakal dibuka di pengadilan, termasuk soal
perbandingan antara sketsa dan wajah asli pelaku.
“Tidak apa-apa, nanti dibuka aja di pengadilan. Keanehan itu kan ada rumusnya itu,
ketika menemukan sketsa. Misalnya dari sekian kotak-kotak, sekian
titik itu 388, 338 dari 400 titik itu cocok, yang ini masih meragukan,
kira-kira begitu. Nanti buktikan di pengadilan, nanti ada teknologinya sendiri,” ucapnya.
Mahfud yakin pengadilan bersifat terbuka meski dua terduga
pelakunya adalah polisi aktif. Ia mengatakan pengadilan bukan bawahan Polri, demikian juga kejaksaan. “Pengadilan bukan anak buahnya polisi, pengadilan nggak bisa didikte. Kejaksaan juga
bukan anak buahnya polisi,” tuturnya. (wip)
Sumber: Detik.com, Rmol.id