JAKARTA, (IslamToday
ID) – Para pejabat di lingkungan Istana Kepresidenan era Presiden Jokowi diketahui
masih rangkap jabatan. Kebanyakan
mereka merangkap jabatan di perusahaan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai anggota dewan komisaris.
Dari catatan Ombudsman yang
pernah dirilis pada 2017
lalu,
ditemukan ratusan abdi negara memiliki jabatan ganda di BUMN. Tercatat,
sedikitnya 125 pejabat juga menduduki posisi komisaris BUMN. Para
pejabat yang memiliki jabatan rangkap itu, berasal dari berbagai instansi.
Mulai dari kementerian, Sekretariat Kabinet, TNI/Polri, kalangan akademisi dari
beberapa perguruan
tinggi
negeri,
hingga pejabat daerah.
Dua tahun lebih berlalu, praktik rangkap jabatan masih terjadi. Kali ini, sejumlah
pejabat Istana Kepresidenan di periode kedua Jokowi juga
memiliki jabatan ganda. Mereka rata-rata berada di kursi komisaris perusahaan
plat merah.
Mereka yang memiliki jabatan ganda, antara
lain Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama yang menduduki
posisi Komisaris PT Jasa Raharja, Deputi Hukum dan Perundang-undangan
Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvanna Djaman sebagai Komisaris PT Semen
Indonesia.
Selanjutnya, Deputi Bidang Administrasi Aparatur Cecep
Sutiawan sebagai Komisaris PT Bhanda Ghara Reksa (Persero), Deputi Bidang
Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara Dadan
Wildan sebagai Komisaris PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu
Boko (Persero).
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sebagai Komisaris Bank Tabungan
Negara (BTN), Deputi Bidang Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey
Triadi Machmudin sebagai Komisaris PT Pertamina Patra Niaga.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjorel Rachman sebagai Komisaris Utama
PT Adhi Karya (Persero), Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana sebagai Komisaris
PT Perkebunan Nusantara V, Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit sebagai
Komisaris PT Pupuk Kalimantan Timur.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Bidang Hukum Alexander Lay yang menjadi
Komisaris PT Pertamina (Persero), Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Bidang
Komunikasi Politik dan Kelembagaan Nicolaus Teguh Budi Harjanto sebagai
Komisaris BRI.
Staf Ahli Bidang Ekonomi, Maritim, Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Winata
Supriatna sebagai Komisaris PT Pelindo I. Kemudian Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Wakil Presiden Guntur Iman
Nefianto sebagai Komisaris PT Pos Indonesia, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan
Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden
Bambang Widianto sebagai Komisaris Bank Mandiri Syariah,
Kepala Biro Protokol, Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Wakil Presiden
Sapto Harjono Wahjoe Sedjati sebagai Komisaris PT Asuransi BRI Life, hingga
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin sebagai
Komisaris PT Angkasa Pura I.
Padahal, berdasarkan UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, melarang rangkap jabatan bagi pejabat
struktural dan pejabat fungsional pemerintah. Pasal 17 UU itu menyebut, “Pelaksana pelayanan publik dilarang
merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang
berasal dari lingkungan instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.”
Pelaksana pelayanan publik, terdiri dari pejabat, pegawai, petugas, dan setiap
orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan
tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
Gaji Dobel
Pejabat yang memiliki jabatan ganda sudah barang tentu menerima gaji dari
negara dua kali. Pertama gaji di instansi asal, dan kedua gaji di perusahaan
plat merah tempat mereka merangkap.
Para abdi Istana yang menjadi komisaris BUMN itu sebagian besar adalah ASN atau
setingkat ASN golong IV/e, IV/d, IV/c, hingga IV/a.
Merujuk PP No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas PP No 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, ASN golongan
IV/e sampai IV/a mendapat gaji berbeda setiap bulannya.
Untuk golongan IV/a mereka mendapat gaji mulai dari Rp 3,04 juta hingga Rp 5 juta. Golongan IV/b dari Rp 3,17 juta hingga Rp 5,21 juta, dan golongan IV/c Rp 3,3 juta hingga Rp 5,43 juta. Sedangkan golongan IV/d mulai dari Rp 3,44 juta hingga Rp 5,66 juta, serta golongan IV/e dari Rp 3,5 juta hingga Rp 5,9 juta.
Itu baru gaji pokok per bulan. Di luar itu ada tunjangan kinerja dan fasilitas
jabatan di instansi masing-masing.
Sementara,
gaji komisaris BUMN bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Masing-masing perusahaan plat merah memiliki ketentuan berbeda dalam menggaji
pejabat komisaris.
Masalah Etika
Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan pemerintah harus mengatur
masalah rangkap jabatan pejabat, karena bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Ia menyatakan Ombudsman sudah pernah menyampaikan langkah awal yang perlu
diambil pemerintah dalam masalah rangkap jabatan ini.
Pertama, melakukan seleksi personil dengan
objektif, terbuka, dan transparan dalam penempatan di BUMN. Kedua, Menteri
PAN-RB segera mengevaluasi peraturan terkait penghasilan agar ditetapkan
ketentuan single sallary system.
“Kalau Presiden punya kemauan, saya kira cukup dua minggu untuk membuat
Perpres,” ujar Alamsyah belum lama ini.
Ia menyatakan tak perlu alasan akademik untuk berkelit dalam membuat aturan
tentang rangkap jabatan. Menurutnya, ketaatan pada etika adalah salah satu
parameter kecerdasan bernegara.
Alamsyah
mengatakan Ombudsman akan kembali mendalami pejabat rangkap jabatan pada tahun ini. Meskipun ia
pesimis pemerintah akan mengubah aturan agar pejabat negara tak rangkap
jabatan. “Apalagi BUMN yang sering dijadikan sebagai kompensasi politik
bagi para pendukungnya,” ujarnya. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com