JAKARTA, (IslamToday ID) – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) khawatir kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WS) dikaitkan dengan sistem pemilu langsung, khususnya pilkada langsung yang sempat mencuat ke publik.
Direktur
Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengatakan ada pengembangan
wacana penyelenggara pemilu
khususnya KPU
tak punya integritas untuk mengelola pemilu secara langsung.
“Kekhawatiran
terbesar adalah kasus WS ini akan dipakai untuk mendegradasi sistem demokrasi
langsung, dengan mengait-ngaitkan ketidakcakapan KPU sebagai penyelenggara
pemilu berintegritas. Lalu terjadi simplifikasi solusi, pilkada oleh DPRD,
persempit kewenangan KPU, dan lain-lain,” kata Titi, Jumat (10/1/2020).
Ia mengakui
sedikit banyak kasus Wahyu bakal berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat
kepada KPU. Terutama kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pilkada serentak 2020
yang sedang bergulir. Ia berpendapat KPU butuh kerja ekstra keras untuk
meluruskan hal itu. KPU diminta
untuk
merumuskan komunikasi yang apik agar tidak kehilangan
kepercayaan publik.
“Jangan biarkan
ada ruang sedikit saja penyebaran hoaks
dan fitnah yang bisa mendeligitimasi KPU sebagai institusi penyelenggara pemilu
bentukan konstitusi yang keberadaannya susah payah didorong saat masa
reformasi,” tuturnya.
Titi mengatakan KPU perlu meyakinkan
publik bahwa kasus Wahyu merupakan masalah perorangan, bukan institusi. Hal itu
perlu dibarengi dengan pembenahan internal KPU. Ia mencontohkan upaya Mahkamah
Konstitusi (MK) yang berhasil melakukan itu. Kala itu, MK perlu waktu dua tahun
sejak OTT Akil Mukhtar untuk mengembalikan kepercayaan publik.
“MK setidaknya butuh dua tahun untuk kembali stabil secara
kelembagaan dan tentu itu tidak mudah. Memerlukan komitmen utuh, konsisten, dan
terus menerus dari jajaran KPU dalam hal ini, baik komisioner maupun
sekretariat,” ujarnya.
Sementara itu, mantan Komisioner KPU dan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),
Valina Singka Subekti menyebut Wahyu Setiawan harus dipecat setelah terjaring
dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.
Valina mengatakan Wahyu telah melakukan pelanggaran etik
berat sebagai penyelenggara pemilu. Ia berpendapat pemecatan jadi sanksi yang
sepadan dengan pelanggaran etik tersebut.
“Kalau melanggar etik, namanya terima
suap, terima uang, itu pelanggaran berat, dan diberhentikan. Waktu saya anggota
DKPP begitu, kalau suap itu pelanggaran berat dan harus
dipecat, sanksi pemecatan,” kata Valina.
Perempuan yang menjabat sebagai Wasekjen Majelis Ulama
Indonesia (MUI) itu menuturkan integritas jadi modal utama penyelenggara
pemilu. Menurutnya, penyelenggara pemilu harus jujur, independen, dan profesional. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com