JAKARTA, (IslamToday ID) – Ketua GNPF Ulama Kota Binjai, Sani Abdul Fattah menilai uang suap sebesar Rp 900 juta yang diminta tersangka Komisioner KPU Wahyu Setiawan tidak mungkin untuk satu orang.
“Tidak mungkin uang sebanyak itu untuk sendiri. Sekali lagi, apa mungkin dia
(Wahyu Setiawan) seorang yang bisa memutuskan?” katanya, Sabtu (11/1/2020).
OTT yang dilakukan KPK kepada salah seorang
komisioner KPU itu secara alamiah menyegarkan ingatan publik pada ajang Pemilihan Presiden (Pilpres)
2019. “Ini bukan dibuat-buat, ini alamiah. OTT
itu secara tak sadar mengingatkan kita kepada indikasi kecurangan pada Pilpres
lalu,” ujar Sani.
Ia juga mengatakan
tertangkapnya Wahyu menjadi bukti bahwa ada hubungan mesra antara komisioner
KPU dengan PDIP yang pada 2019 lalu menjadi pengusung utama Jokowi. “Tertangkapnya si komisioner ini menjadi bukti bahwa hubungan antara KPU dengan
PDIP sangat mesra sekali,” lanjut Sani.
Banyaknya kejanggalan pada tahapan dan proses Pilpres, lanjut Sani,
menjadi bukti adanya hubungan terlarang antara penyelenggara dan peserta pemilu.
“Dimulai dari kasus
surat suara di dalam kontainer itu lah, penghitungan data yang entah bagaimana,
enggak becus lah, pengumuman pemenang pilpres tengah malam lah, padahal masih
banyak penghitungan yang belum selesai. Bahkan yang paling aneh dimulai dari kotak surat suara yang dari kardus, dan masih banyak
lagi. Ada perselingkuhan antara PDIP dan KPU,” tutur Sani.
“Dengan banyaknya
problem-problem seperti ini, maka wajar jika kasus tertangkapnya komisioner (KPU) ini melebar menjadi
tuntutan pembubaran PDIP,” imbuhnya.
Indikasi lain,
lanjut Sani, yang juga Ketua Satgas Anti Narkoba (SAN) Kota Binjai ini, selama
ini PDIP dinilai sebagai parpol yang getol membonsai KPK.
“Kan selama ini PDIP
memang partai yang paling getol melemahkan KPK dengan begitu serius dan terus menerus ingin
merevisi UU KPK. PDIP juga masuk dalam daftar parpol yang produktif
menghasilkan koruptor,” tutupnya.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan KPK harus memeriksa
seluruh komisioner KPU dalam
kasus suap ini. Apalagi, kode yang
disampaikan Wahyu
Setiawan yakni “Siap, mainkan!” merupakan suatu tanda adanya keterlibatan komisioner KPU lainnya.
“Saya kira ini memang menjadi sesuatu yang penting ya, momentum betul bagi KPK termasuk juga membongkar di internal KPU sendiri. Apakah Wahyu itu bisa main sendiri,” ucapnya.
“Kalau kalimat dia mainkan, berarti dia kan ada teman lain kan? Gak mungkin bermain sendirian gitu, berarti ada partnernya. Berarti ada rekanannya,” tambahnya.
Selain itu, KPK juga harus menelusuri harta
kekayaan dan sumber harta yang dimiliki oleh Wahyu Setiawan.
Apalagi, Wahyu menyebut bahwa ia hanya bermain sendiri dalam pengurusan agar caleg PDIP Harun Masuki menjadi PAW anggota DPR RI menggantikan posisi Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. (wip)
Sumber: Rmol.id