JAKARTA, (IslamToday ID) – Mantan Menteri BUMN Rini Soemarno disebut sebagai sosok yang pertama kali melaporkan dugaan skandal Jiwasraya.
“Kasus Jiwasraya bermula dari adanya laporan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno yang tertuang dalam nomor: SR-789/MBU/10/2019 tanggal 17 Oktober 2019 perihal Laporan Dugaan Fraud di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Telah ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiono, dalam keterangan tertulis, Senin (13/1/2020).
Menurutnya, ada
dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan 13 perusahaan. Penyalahgunaan
investasi itu melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, sehingga
menyebabkan ada indikasi kerugian keuangan negara Rp 13 triliun.
“Adanya dugaan penyalahgunaan investasi yang melibatkan
grup-grup tertentu (13 perusahaan) yang melanggar prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate
governance) yang diduga akibat adanya transaksi-transaksi tersebut. PT
Asuransi Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian
negara sebesar Rp 13,7 triliun,” kata Hari.
Sampai dengan hari ini, Kejagung terus melakukan pemeriksaan secara maraton terkait kasus Jiwasraya. Kejagung menjadwalkan 7 orang saksi di antaranya dari perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Apakah eks
Menteri BUMN Rini Soemarno juga akan diperiksa? Jaksa Agung ST Burhanuddin
dikonfirmasi mengatakan hingga saat ini pihaknya belum berencana memeriksa
Rini. Pihaknya akan memprioritaskan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lain.
“Belum. Belum sampai sana. Saya begini, saya akan memeriksa
saksi-saksi yang mengarah pada perbuatan itu, tindak pidana dulu,” kata
Burhanuddin, Rabu (8/1/2020).
Ia mengatakan,
pihaknya masih perlu melihat keterkaitan kasus Jiwasraya dengan Rini sebelum
melakukan pemeriksaan. Namun, hingga saat ini ia belum melihat hal itu. “Kalau
itu nanti ya, apakah ada relevansinya, tapi kita belum,” ujarnya.
Meski begitu, ia meyakinkan akan memanggil Rini bila memang
diperlukan dalam pemeriksaan. “Akan itu, kalau nanti dari lingkaran ini.
Kalau nanti dari lingkaran ini, lingkaran yang kami periksa ada menuju ke situ,
pasti. Tapi sampai saat ini belum ada,” tuturnya.
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan rencana DPR membentuk panitia khusus (Pansus) Jiwasraya berpotensi menghambat jalannya penyelesaian kasus yang sedang dilakukan pemerintah. Menurutnya, pemerintah sedang berupaya menuntaskan persoalan Jiwasraya melalui pembentukan anak usaha PT Jiwasraya Putra.
Pembentukan anak usaha ini untuk menggaet investor serta proses penegakan hukum melaui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejagung. Namun, lanjut Abra, upaya tersebut justru akan terhambat apabila DPR RI membentuk Pansus lantaran akan mengganggu proses penyelesaiannya.
“Yang paling dikhawatirkan dari pembentukan Pansus ini yaitu menghambat proses hukum serta proses pemulihan secara bisnis. Mestinya proses hukum dan aksi korporasi jalan tapi malah terganggu,” ujar Abra dalam keterangan tertulis.
Ia berharap DPR menghargai upaya BPK dan Kejagung yang sedang melakukan investigasi kasus Jiwasraya hingga dua bulan ke depan. Dengan begitu, BPK dan Kejagung bisa fokus menyelesaikan persoalan Jiwasraya dengan cepat. “Tapi kalau DPR membentuk Pansus, justru nanti dewan ikut sibuk dalam persoalan Jiwasraya. DPR Memanggil pihak-pihak yang terlibat, ini kan bisa menghambat BPK maupun Kejaksaan,” ucap Abra. (wip)
Sumber: Detik.com, Republika.co.id, CNNIndonesia.com