JAKARTA, (IslamToday ID) – Mantan Ketua Umum PPP Muchammad Romahurmuziy alias Rommy divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan atas perkara jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Rommy pun mengaku masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau tidak. “Kami perlu diskusi dengan keluarga. Pikir-pikir dulu yang mulia,” katanya usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta, Senin (20/1/2020) sore.
Atas vonis itu, jaksa juga masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding perkara ini. Jaksa menyebut perlu berdiskusi dengan pimpinan KPK. “Atas putusan ini kita masih akan tetap konsultasikan pada pimpinan kita. Karena itu tadi kita sampaikan bahwa kita masih melakukan pikir-pikir,” jelas jaksa KPK Wawan.
Meski divonis dua tahun, namun majelis hakim tidak mencabut hak
politik Rommy. Alasannya,
pencabutan hak politik adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Bahwa terhadap
penuntut umum maka majelis hakim berkesimpulan bahwa pencabutan hak dipilih
diputus oleh MK,” kata Hakim Ketua Fahzal Hendri
saat membacakan surat putusan.
Sebelumnya, Rommy dinyatakan bersalah menerima uang terkait jual beli jabatan di Kemenag. Rommy menerima uang Rp 255 juta dari Haris Hasanudin yang mengikuti seleksi Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur.
Rommy melakukan
intervensi langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris
Hasanudin tersebut. Selain Haris Hasanudin, Rommy bersalah menerima uang dari M
Muafaq Wirahadi. Uang tersebut berkaitan dengan proses pengangkatan Muafaq sebagai
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.
Atas perbuatan itu, Rommy bersalah melanggar pasal 11 UU No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU No 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1
juncto pasal 64 ayat 1
KUHP.
Sementara itu, vonis dua tahun dan denda Rp 100 juta
subsider 3 bulan penjara terhadap Rommy itu dinilai terlalu ringan, apalagi tanpa
pencabutan hak politik.
“Tentu vonis
tersebut mengecewakan, sebab hanya setengah dari tuntutan jaksa dan tanpa pencabutan hak politik.
Pencabutan hak politik berdasarkan putusan MK merupakan sesuatu yang sah secara
hukum,” ujar Peneliti ICW
Donal Fariz.
Ia menilai latar
belakang Rommy sebagai anggota DPR dan mantan ketua umum partai dinilai sangat
pas jika pencabutan hak politik selama beberapa tahun diberikan. Donal
mengatakan sangat kecewa dengan putusan hakim PN Tipikor Jakarta.
“Terlebih lagi background-nya Rommy merupakan anggota
DPR dan ketua partai, sangat tepat kalau dijatuhi pencabutan hak politik. Oleh karena itu, kita
kecewa dengan vonis hakim Tipikor,” ucapnya.
Hal senada juga
dikatakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas
Andalas, Feri Amsari. Ia menilai dengan ditiadakan pencabutan
hak politik bagi Rommy ini berarti tidak ada efek jera yang diberikan.
“Hukuman itu cukup
ringan, padahal dilakukan ketua partai. Efek jera yang diberikan kepada
politisi juga buruk, padahal pencabutan hak politik penting karena akan
mencegah politisi-politisi lain ikut melakukan tindakan korupsi,” katanya. (wip)
Sumber: Detik.com, Rmol.id