JAKARTA, (IslamToday ID) – Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) bukan untuk keperluan investasi. Menurutnya, Omnibus Law Cilaka dibentuk agar lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia semakin terbuka lebar.
“Harus dipahami dulu secara lengkap bahwa omnibus law itu (Cilaka) bukan omnibus untuk investasi,” kata Mahfud, Selasa (21/1/2020).
Menurutnya, Omnibus Law Cilaka dimaksudkan agar lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia semakin terbuka lebar. Salah satu cara membuka lapangan kerja tersebut ialah dengan mempermudah atau menyederhanakan perizinan investasi.
“Dan investasi itu bukan hanya investasi asing. Investasi dalam negeri pun selama ini sering terkendala oleh perizinan, karena banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih. Makanya dibuat omnisbus law untuk mempermudah perizinan,” jelasnya.
Mahfud menjelaskan, dalam Omnibus Law Cilaka yang lebih ditekankan adalah penciptaan lapangan kerja yang terhambat perizinan investasi. Ia juga mengatakan jika terdapat hal-hal yang dianggap merugikan para buruh, seperti soal pengupahan, maka sebaiknya disampaikan di dalam proses pembahasan di DPR. Proses tersebut sudah diagendakan dan akan lekas dimulai.
“Sampaikan saja ke DPR nanti. Kalau sejauh yang saya ikut justru buruh diutamakan di situ. Tapi coba di bagian mana yang dirugikan, sampaikan ke DPR. Sampaikan juga ke saya, nanti saya salurkan,” tutupnya.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar demonstrasi meminta DPR RI untuk menolak RUU Cipta Lapangan Kerja karena dinilai akan merugikan kaum buruh dan tenaga kerja. “DPR harus menolak karena buruh juga punya hak dan kewajiban di negeri ini terhadap perlindungan,” kata Ketua KSPI Said Iqbal di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Selain itu, Said mengatakan bahwa pemerintah seharusnya juga memberikan perlindungan terhadap kepastian kerja, jaminan sosial, serta kepastian upah yang dinilainya sama sekali tidak tercermin dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mengatakan banyak daerah yang mengeluhkan RUU Omnibus Law. Menurutnya, bagi daerah Omnibus Law dianggap mengancam keberadaan peraturan daerah (perda) di masing-masing wilayah.
Kendati demikian, Nono tetap mendukung RUU Omnibus Law sebagai bagian dari sinkronisasi peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. “Tentu banyak (keluhan daerah), bukan hanya UU yang kena tapi perda-perda juga harus menyesuaikan. Tapi kita sadari bahwa kalau kebutuhan kita dalam keadaan seperti ini perlu ada sinkronisasi,” kata Nono.
Ia mengakui tidak sedikit peraturan yang justru bertentangan dengan peraturan di atasnya. Karena itu, ia berharap RUU Omnibus Law bisa membenahi hal tersebut.
“Jangan sampai ada yang overlap, banyak sekali UU sektor yang jalan duluan, tapi ternyata setelah direalisasikan ya tumpang tindih, kewenangan dan selanjutnya. Saya kira itu dan Omnibus Law ini memang menjadi hal yang harusnya dilakukan dan kami DPD mendukung,” kata Nono.
Namun, ia mengakui tanpa adanya RUU Omnibus Law juga, DPD mempunyai peran dalam mengevaluasi perda-perda agar tidak tumpang tindih dengan peraturan lainnya. Ini sebagaimana aturan di UU MD3 yang baru, memberi wewenang kepada DPD untuk melakukan evaluasi terhadap perda dan raperda. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Detik.com