JAKARTA, (IslamToday ID) – Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan modus pembelian saham dengan cara gelap di kasus dugaan skandal Jiwasraya. Yakni, aksi korporasi berupa pembelian saham dengan menggunakan nama orang lain, atau pencatutan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono mengatakan 5 dari 13 saksi yang diperiksa oleh penyidik pada Selasa (21/1/2020) merupakan orang-orang yang namanya dipakai untuk proses transaksi saham. “Atau pinjam nama,” kata Hari, Rabu (22/1/2020).
Namun, ia mengaku penyidikan terkait pencatutan 5 nama ini belum rampung. “Tentang siapa yang menyuruh mereka membeli, atau memang mereka yang membeli (saham), itu masih ditelusuri,” ujarnya.
Kepada 5 saksi tersebut, penyidik akan menelusuri tentang saham apa saja yang dibeli. 5 Saksi tersebut yakni Sugianto Budiono, Susan Hidayat, Jenifer Handayani, dan Meithawati Ediyana Ningsih.
Selain 5 saksi tersebut, penyidik Kejagung memeriksa 2 kelompok saksi lain. Kelompok saksi pertama, Hari menerangkan, lima saksi yang berasal dari karyawan di PT Bumi Nusajaya Abadi.
Mereka adalah Noni Widia, Yudith Deka Arsinta, Gea Larasprima, Lisa Anastasia, dan Cindy Violeta Ismedi. “5 Orang saksi ini berperan sebagai pengelola saham milik tersangka BT (Benny Tjokrosaputro),” terang Hari.
Kelompok saksi terakhir, yakni Erda Darmawan, Santi Yulia, dan Leonard Lontoh. “Ketiga saksi ini pengelola apartemen South Hill,” ungkap Hari.
Pada pekan lalu, apartemen tersebut sempat digeledah oleh tim pelacak aset dan penyidik saat penyidikan intensif terhadap Benny Tjokrosaputro. Benny adalah Komisaris Utama PT Hanson Internasional Tbk, salah 1 dari 5 tersangka dalam penyidikan sementara kasus dugaan korupsi Jiwasraya.
Selain Benny, Kejagung juga menetapkan tersangka terhadap Heru Hidayat, selaku Komisaris PT Trada Minera Tbk, mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. 8 Orang masih dalam status cegah keluar negeri.
Audit investigasi pendahuluan yang dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan banyak penyimpangan dalam aksi korporasi sejak 2006. Menurut audit BPK, per September 2018, Jiwasraya sudah mengalami gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun.
Pengacara tersangka Heru, Soesilo Ari Wibowo mengatakan, dugaan korupsi kasus Jiwasraya masih mentah. Ia menilai, sementara ini gagal bayar yang dialami Jiwasraya merupakan risiko bisnis.
Soesilo pun masih ragu dengan sangkaan korupsi yang dialamatkan kepada kliennya. “Saya melihat, bahwa ini (kasus gagal bayar Jiwasraya) soal saham, investasi,” ujarnya.
Ia mengatakan Kejagung belum menerangkan tentang peran para tersangka dalam tuduhan dugaan korupsi. “Kalau soal saham, investasi tentu ada aturan-aturannya. Sampai sekarang, adanya dugaan korupsi itu kita juga belum tahu aturan mana yang dilanggar,” terangnya.
Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa pernyataan dari BPK sudah cukup untuk menentukan jika kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya merugikan keuangan negara. “Ada pernyataan dari BPK bahwa itu kerugian negara,” katanya.
Jumlah kerugian negara dalam kasus ini sendiri masih dihitung oleh BPK. Ia pun tidak mempermasalahkan bila ada pihak yang mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus ini. “Ya tidak apa-apa. Kami lawan kok,” ungkap Burhanuddin. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Rmol.id