JAKARTA, (IslamToday ID) – Bandara Seokarno-Hatta (Soeta) telah melakukan antisipasi terhadap penyebaran virus yang menjadi penyebab penyakit pneumonia atau korona wuhan yang terjadi di negara-negara endemis seperti China sejak awal bulan ini. Deteksi awal diantaranya dilakukan di pintu masuk bandara melalui alat pendeteksi suhu panas tubuh (thermal scanner).
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Sub Kelas 1 Bandara Soekarno-Hatta, Anas Ma’ruf mengatakan pihaknya telah meningkatkan kewaspadaan terhadap pneumonia dari China sejak awal Januari 2020.
“Jadi begitu kami terima surat edaran dari Kementerian Kesehatan awal bulan ini, maka kami langsung tingkatkan pengawasan,” ujarnya, Rabu (22/1/2020) malam.
Selain itu, pihaknya telah mengantisipasi kemungkinan penyebaran penyakit ini, salah satunya dengan thermal scanner. Hingga saat ini, ia mengaku belum ada penumpang yang terdeteksi terinfeksi virus ini dan masih terus diawasi.
Menurut Anas, jika ada penumpang yang dicurigai terinfeksi maka akan langsung mendapatkan penanganan kesehatan dan kalau perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Dinas Kesehatan. Disinggung mengenai peringatan bepergian (travel advisory) atau travel warning, ia menyebutkan itu berada di ranah pemerintah pusat.
Di satu sisi, ia meminta ada hal-hal yang harus dilakukan warga negara Indonesia ketika berkunjung ke China, antara lain hindari orang-orang sakit pneumonia akibat virus itu hingga menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Kemudian bila sakit segera berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut bisa menyelamatkan diri dari kemungkinan penyebaran penyakit ini.
Sementara itu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta siap menangani kemungkinan adanya pasien yang terpapar virus korona tipe baru (novel coronavirus).
Kepala Sub Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan mengatakan, pihak rumah sakit telah menyiapkan sebanyak lebih dari 200 petugas khusus untuk menangani pasien terjangkit virus berbahaya, termasuk korona.
Seluruh karyawan, petugas medis, hingga direksi rumah sakit juga telah mengikuti pelatihan dan simulasi pada pertengahan Januari 2020. “Sebelum kasus ini muncul (RSUP) Sardjito sudah mengantisipasi itu. Sehingga kita melakukan simulasi supaya jika betul ditemukan kasus, kita sudah siap,” kata Banu.
Melalui simulasi, katanya, seluruh petugas di ruang isolasi dipastikan mampu memproteksi diri terhadap penularan virus atau berbagai penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne disease).
Mereka harus bisa menggunakan alat pelindung diri (APD) mulai dari masker, pakaian pelindung, penutup kepala, hingga pelindung mata, serta bagaimana cara menyentuh pasien terpapar virus berbahaya.
Banu mengatakan selain kesiapan sumber daya manusia (SDM), rumah sakit itu juga telah memiliki peralatan berteknologi canggih serta 87 ruang isolasi khusus pasien suspect maupun positif terjangkit virus.
Ruangan isolasi itu, kata Banu, menggunakan tekanan udara negatif sehingga mencegah penyakit di ruang isolasi itu ke luar ruangan atau menyebar melalui udara. “Dari 87 ruang isolasi itu ada satu ruangan yang memang untuk (pasien) infeksius. Yang lainnya terpencar di bangsal yang ada di ring satu, ring dua, dan ring tiga,” jelasnya.
Direktur Utama RSUP Dr Sardjito, DR dr Darwito mengatakan kesiapan menghadapi berbagai penyakit yang ditularkan melalui udara telah dimiliki rumah sakit yang dipimpinnya secara menyeluruh.
Mengingat Yogyakarta merupakan kota wisata, pihaknya juga berkoordinasi dengan bandara sebagai pintu masuk wisatawan dari berbagai negara yang memungkinkan membawa masuk virus korona. “Misalnya terjadi itu, di bandara sudah kita siapkan ambulans (khusus),” katanya.
Reputasi RSUP Dr Sardjito dalam menangani kasus virus berbahaya telah dibuktikan dalam penanganan kasus wabah SARS pada 2013. Dengan pengalaman itu, tim medis telah mengetahui alur penanganan kasus serupa. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Detik.com