NIAS, (IslamToday ID) – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) hakim Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sitoli, Nias, Sumatera Utara (Sumut), Taufiq Noor Hayat bikin terkejut.
LHKPN itu dilaporkan ke KPK pada 10 Januari 2020. Berdasarkan LHKPN, berikut aset Taufiq yakni berupa sepeda motor senilai Rp 2 juta, surat berharga Rp 3 juta, kas dan setara kas Rp 3,1 juta. Total aset sebesar Rp 8,1 juta.
Di poin ketiga ditulis utang sebesar Rp 175 juta. Utang itu merupakan utang dari BRI dengan menjaminkan SK hakim miliknya.
LHKPN itu tidak dibantah Taufiq. “Iya benar,” katanya, Selasa (28/1/2020).
Selidik punya selidik, Taufiq memilih membaktikan penghasilannya untuk ibunda. Utang bank Rp 175 juta untuk membahagiakan ibu yang rumahnya mulai rusak.
“Uang itu untuk beli tanah di kampung di Boyolali, Jawa Tengah. Juga untuk renovasi rumah ibu,” kata Taufiq.
Kedua orangtuanya merupakan guru SMP di Solo. Taufiq menjadi anak pertama dari empat bersaudara. Hidupnya besar di tengah kesederhanaan. “Bapak meninggal dunia tahun 2008,” ujar Taufiq yang masih melajang.
Sepeninggalnya sang ayah, Taufiq harus membantu keluarganya meneruskan hidup. Setelah lulus FH UNS Solo, ia kemudian menjadi hakim.
“Saat tugas di Parepare, pinjam uang ke bank buat renovasi rumah. Juga buat beli tanah di kampung,” tutur Taufiq.
Sebagai hakim, tugasnya nyaris tak pernah dekat dari keluarganya di Boyolali. Yaitu di Parepare Sulsel, Raba Bima (NTB), dan kini di Gunungsitoli.
Saat Pilpres 2019, ia izin cuti pulang ke desa sekalian nyoblos di kampungnya. Dua hari sebelum pencoblosan, ibunda meninggal dunia di pangkuannya. Adik-adiknya kini sudah bekerja, tapi belum sepenuhnya mandiri.
“Rumahnya sekarang ditinggali adik saya,” tutur Taufiq.
Apakah tidak tergoda “main perkara” agar bisa hidup lebih layak? “Ha… ha… ha…” jawab Taufiq tertawa enggan menjawab.
Taufiq merupakan hakim dengan pangkat Pembina/IVa. Selepas lulus Sarjana Hukum dari Universiters Sebelas Maret (UNS) Solo, ia kemudian mendaftar hakim. Ketokan palu pertama kali ia lakukan di PN Majene. Setelah itu, ia berpindah-pindah ke penjuru negeri. Dari Parepare (Sulsel), Raba Bima (NTB), dan kini di Gunungsitoli. (wip)
Sumber: Detik.com