JAKARTA, (IslamToday ID) – Omnibus law RUU Cipta Kerja secara nyata mereduksi fungsi Undang-undang Ketenagakerjaan dalam melindungi para pekerja dalam negeri. Salinan draf resmi RUU Cipta Kerja yang telah diserahkan kepada DPR menunjukkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pemilik perusahaan terkesan lebih mudah. Sebab, pasal-pasal sanksi pidana terkait PHK sepihak dihapus.
Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN), Joko Haryono mengatakan mereka yang menjadi korban PHK memang dijanjikan pesangon oleh pemilik perusahaan. Namun, pesangon yang diberikan maksimal hanya 17 bulan gaji. Di sisi lain, kewajiban perusahaan dalam memberikan pesangon pun tidak disertai dengan pasal sanksi jika tidak membayarkan pesangon.
“PHK dipermudah, pesangon tidak jelas. PHK menjadi pasti, tapi pesangon sebatas janji. Ini sama saja dengan membuat tidak adanya jaminan bagi pekerja,” kata Joko, Minggu (16/2/2020).
Lebih lanjut, Joko menekankan bahwa RUU Cipta Kerja secara nyata telah menghilangkan fungsi job security, salary security, serta social security. UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yang sejauh ini dinilai masih belum sesuai dengan kebutuhan para pekerja, pun masih lebih baik dibanding RUU Cipta Kerja.
Menurutnya, munculnya RUU Cipta Kerja telah mulai menimbulkan kegaduhan di banyak perusahaan. Ia menyampaikan bahwa banyak laporan yang ia terima bahwa perusahaan-perusahaan memanfaatkan isu RUU Cipta Kerja untuk menawarkan PHK secara ilegal dengan alasan efisiensi. “Mereka ditawarkan pesangon tapi setengahnya. Ini ilegal. Ini berdasarkan laporan yang saya terima,” ujar Joko.
Sedangkan Sekjen Aspek Indonesia, Sabda Pranawa Djati menilai pemerintah terkesan mengutamakan investor dan mengesampingkan nasib para pekerja. Upaya-upaya keras pemerintah untuk mendatangkan investasi justru bakal mengorbankan kesejahteraan atau memiskinkan pekerja lewat RUU Cipta Kerja.
Menurut Sabda, para serikat pekerja tidak anti dengan masuknya investasi, baik dari dalam negeri maupun asing. Namun, upaya mendatangkan investasi dengan mendegradasikan hak-hak pekerja akan memicu penolakan besar-besaran.
“Lantas, kenapa harus ada investasi kalau mempersulit rakyat? Ini yang kita tolak. Silakan undang investor, tapi jangan rugikan pekerja,” katanya.
Sejak isu RUU Cipta Kerja berhembus, Sabda mengatakan, serikat pekerja telah menduga akan banyak upaya pemerintah menghilangkan hak-hak pekerja yang selama ini diperjuangkan. Setelah melihat dan mengkaji salin dan draf RUU Cipta Kerja, dugaan tersebut terbukti. “Intinya pemerintah telah melakukan pembohongan massal ke publik,” katanya.
Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan, kekisruhan RUU Cipta Kerja yang merupakan wujud dari kebijakan omnibus law bersumber dari kepala negara. Rusdi menyayangkan sikap presiden yang enggan mengundang buruh dalam kebijakan tersebut.
Menurutnya, semestinya sejak awal para serikat pekerja diundang agar ada kesamaan pandangan. “Pemerintah mau apa, buruh mau apa. Kita sama-sama sampaikan masalahnya dan cari solusi. Selama ini tidak pernah. Kami menanyakan komitmen presiden,” ujarnya.
Rusdi pun menegaskan pemerintah seolah lebih mementingkan para pengusaha. Pemerintah akan memperbanyak investor abal-abal yang hanya ingin membayar murah para pekerja di Indonesia.
Menurutnya, kondisi itu lambat laun akan merusak iklim persaingan usaha yang sehat dan objektif antar pengusaha. “Ini akan menghancurkan industri-industri di Indonesia,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Detik.com, CNNIndonesia.com