JAKARTA, (IslamToday ID) – Staf Khusus Wakil Presiden Ma’ruf Amin Bidang Komunikasi dan Informasi, Masduki Baidlowi menerangkan apa yang mendasari munculnya aturan yang melibatkan ormas Islam dalam menetapkan kehalalan suatu produk atau fatwa halal.
Rencana dilibatkannya ormas Islam dalam fatwa halal tercantum dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja. Draf ini telah diserahkan ke DPR.
Masduki menyadari ada pandangan dari Nahdlatul Ulama (NU) yang menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) memonopoli fatwa halal. “(Dasar pelibatan ormas Islam dalam menetapkan kehalalan produk) Itu kan ada pandangan dari Nahdlatul Ulama, bahwa MUI itu dianggap sebagai monopoli,” kata Wakil Sekjen PBNU itu, Selasa (18/2/2020).
Menurut Masduki, pandangan seperti itu adalah pandangan dari NU yang memang harus dihormati sebagai sebuah pandangan. “Tapi ada pandangan lain yang berbeda yang juga harus kita hormati. Titik temunya di mana, nanti di DPR. Itu akan dibahas dan diambil sebagai keputusan politik,” katanya.
Masduki menambahkan, tiap ormas Islam punya kesempatan untuk bicara di DPR terkait omnibus law RUU Cipta Kerja. Apalagi, dalam draf tersebut ormas Islam dilibatkan untuk menetapkan kehalalan suatu produk.
“Itu akan dibicarakan di DPR, karena sekarang draf omnibus law dari pemerintah itu sudah disetorkan ke DPR. Maka tiap ormas Islam, MUI, dan segala macamnya itu karena punya pandangan yang berbeda-beda, nanti akan diberikan kesempatan di DPR untuk bicara,” katanya.
Masduki mengatakan, pemerintah tentu berharap, omnibus law RUU Cipta Kerja telah melewati berbagai proses kompromi sebelum disahkan menjadi UU. Melalui kompromi itu pula, ia berharap ada titik temu atas perbedaan pandangan di kalangan ormas Islam soal aturan penetapan fatwa halal suatu produk.
“Yang penting nanti kita berharap bahwa ujung dari keputusan rapat yang menghasilkan omnibus law sebagai UU itu sudah mengkompromikan banyak hal, sehingga ada titik temu,” ucapnya.
Ada perubahan signifikan terkait pasal-pasal tentang jaminan produk halal dalam omnibus law RUU Cipta Kerja. Pada Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), dalam melaksanakan kewenangannya BPJPH hanya bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja, aturan barunya adalah “ormas Islam yang berbadan hukum” juga jadi pihak yang bisa diajak kerja sama oleh BPJPH. Dalam RUU Cipta Kerja itu, ormas Islam dan MUI akan dilibatkan untuk mengeluarkan fatwa hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Dalam UU JPH, sidang fatwa halal itu hanya bisa dilakukan MUI. (wip)
Sumber: Republika.co.id