JAKARTA, (IslamToday ID) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan sepanjang tahun 2019 lalu masih ada potensi gagal bayar BPJS Kesehatan sebesar Rp 15,5 triliun. Padahal, pemerintah sudah menyuntik anggaran sebesar Rp 13,5 triliun untuk menutupi potensi defisit yang diperkirakan sebesar Rp 32 triliun.
Sri Mulyani pun menunjukkan kekesalannya kepada BPJS Kesehatan, karena masalah keuangannya masih terus menjadi bahasan.
“Kami sudah transfer Rp 13,5 triliun kepada BPJS sebelum akhir 2019 untuk mengurangi defisit yang estimasi Rp 32 triliun. Tapi meski sudah diberikan Rp 13,5 triliun masih gagal bayar Rp 15,5 triliun,” ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (18/2/2020).
Dengan kondisi ini, maka ia menekankan bahwa BPJS Kesehatan masih defisit untuk keuangan tahun 2019. Oleh karenanya, pada saat itu BPJS Kesehatan meminta Kemenkeu untuk membayarkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pusat dan Pemda untuk dibayarkan di awal untuk menutupi kebolongan keuangannya.
“Makanya BPJS kirim surat ke kami untuk minta seluruh PBI bayar di depan. Kalau bicara surplus, defisit masih Rp 15,5 triliun. Ini juga dengan kenaikan yang sudah kita masukan Rp 13,5 triliun,” tegasnya.
Lanjutnya, dengan kondisi ini maka jika iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan akan kembali mengalami defisit dan bahkan lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Ia menjelaskan sejak dibentuk pada tahun 2014 lalu, BPJS terus mengalami defisit.
Pada 2014 defisit mencapai Rp 9 triliun dan disuntik pemerintah Rp 5 triliun. Tahun 2016 defisit turun menjadi Rp 6 triliun dan disuntik pemerintah Rp 6 triliun. Namun, pada 2017 meningkat jadi Rp 13,5 triliun dan 2018 naik lagi menjadi Rp 19 triliun dan pada 2019 BPJS mengestimasi defisit capai Rp 32 triliun.
“Dengan demikian, pemerintah putuskan naikkan iuran. Menurut peraturan UU, kenaikan iuran 2 tahun sekali. Tapi sejak 2014 tidak ada perubahan iuran. Padahal UU bilang review tiap 2 tahun,” tegasnya.
Sebagai informasi kenaikan iuran yang telah berlaku sejak 1 Januari 2020 lalu adalah PBI, iuran naik dari Rp 22.500 menjadi Rp 42.000 per bulan.
Sri Mulyani juga mengatakan akan menarik kembali suntikan dana Rp 13,5 trilun yang telah diberikan kepada BPJS Kesehatan, jika anggota dewan meminta untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Sampai akhir 2019, bahkan jika meminta Perpres dibatalkan, maka Menkeu yang sudah transfer Rp 13,5 triliun 2019, saya tarik kembali,” ujarnya.
Lanjutnya, jika suntikan anggaran ditarik kembali maka otomatis defisit BPJS Kesehatan untuk tahun lalu sesuai dengan estimasi adalah Rp 32 triliun.
Sebab, suntikan sebesar Rp 13,5 triliun tersebut adalah selisih kurang bayar untuk kenaikan iuran PBI dan Bukan Penerima Umum (BPU) dari pemerintah pusat dan Pemda yang dimulai sejak Agustus lalu.
“PBI kita naiknya mulai Agustus dan TNI, Polri mulai Agustus juga. Daerah masih kita bayarkan karena di tengah tahun anggaran,” jelasnya.
Bahkan, ia menjelaskan, jika Rp 13,5 triliun tidak ditarik kembali saja, BPJS Kesehatan masih ada potensi gagal bayar sebesar Rp 15,5 triliun. Oleh karenanya, kenaikan anggaran memang harus dilakukan untuk menjaga agar jaminan kesehatan bagi masyarakat tetap terlaksana. “Tapi meski sudah diberikan Rp 13,5 triliun masih gagal bayar Rp 15,5 triliun. Situasi ini BPJS Kesehatan masih defisit,” pungkasnya. (wip)
Sumber: CNBCIndonesia.com